Kami sudah komunikasikan kepada Boeing dan mereka sudah berniat baik memberikan kompensasi
Maskapai Lion Air mendapatkan kompensasi dari perusahaan manufaktur pesawat Boeing.co atas 10 pesawat yang menganggur akibat dibekukan menyusul banyaknya kecelakaan yang terjadi pada Boeing 737 Max 8.
“Kami sudah komunikasikan kepada Boeing dan mereka sudah berniat baik memberikan kompensasi,” kata Direktur Operasi Lion Air Daniel Putut usai konferensi pers terkait tindak lanjut Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan terhadap hasil investigasi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) di Tangerang, Jumat.
Daniel mengatakan kompensasi tersebut berupa pelatihan (training) dan perawatan pesawat khusus untuk pesawat Boeing Max 8 yang tengah dibekukan operasinya (grounded) maupun untuk pesanan yang belum datang.
Lion Air Group memiliki 10 pesawat Boeing 737 Max 8 dari total pesanan 220 pesawat.
Dia mengatakan saat ini pihaknya masih terus berkomunikasi dengan Boeing terkait nasib pesawat-pesawat Boeing 737 Max 8.
“Kita tentunya tetap berkomunikasi sama pihak Boeing terhadap ‘lost-benefit’-nya terhadap pesawat-pesawat yang di-grounded, kita punya 10 pesawat. Kita sekarang berkomunikasi dengan Boeing, tanggapan Boeing cukup positif,” katanya.
Pesawat-pesawat tersebut biasanya melayani penerbangan baik terjadwal maupun tidak terjadwal, baik domestik maupun internasional.
Ia juga belum merencanakan untuk renegosiasi kontrak penggantian dengan pesawat Boeing jenis lain.
“Belum sampai keputusan seperti itu. Lebih baik kita menjaga hubungan baik kepada semua pihak,” katanya.
Daniel mengatakan kompensasi dari Boeing hingga otoritas penerbangan Amerika Serikat Federal Aviation Administration (FAA) menerbitkan sertifikasi bahwa Boeing 737 Max 8.
Seperti yang telah dirilis oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) terkait laporan akhir investigasi bahwa salah satu faktor yang berkontribusi adalah sistem baru dalam pesawat Boeing 737 Max 8, yakni Maneuvering Characteristics Augmentation System (MCAS).
Dalam sistem tersebut juga terdapat “angle of attack” di mana yang sebelumnya mengalami kerusakan dalam penerbangan dari China, kemudian Denpasar-Jakarta hingga Jakarta-Pangkal Pinang di mana pilot tidak bisa menanganinya dan terjadi kecelakaan.
Ketidakmampuan pilot menangani kondisi tersebut bukan hanya kerusakan AoA yang ternyata miskalibrasi saat diperbaiki, melainkan juga kerusakan yang tidak dicatat sehingga tidak diketahui teknisi.
Kemudian, ditambah dengan penanganan MCAS tidak ada dalam buku manual yang seharusnya dicantumkan oleh perusahaan manufaktur, dalam hal ini Boeing.
Sehingga, dalam catatan KNKT terdapat sembilan faktor berkontribusi yang semuanya berkaitan dalam kecelakaan tersebut.
Boeing dinilai harus segera menambah dua sensor AoA yang menjadi bagian dari MCAS itu karena sebelumnya hanya dipasang satu sensor dan sangat tidak stabil (noisy).
Baca juga: Lion diberi waktu tiga bulan perbaikan terkait Boeing 737 Max 8
Baca juga: Pilot wajib ikuti pelatihan simulator Boeing 737 Max 8
Baca juga: Pengamat nilai penyebab teknis kecelakaan JT 610 paling rumit
Baca juga: CEO Boeing datangi KBRI Washington terkait korban 737 MAX
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2019