"Masyarakat saya sarankan jangan terlalu pusing terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini karena sebenarnya kenaikan ini sama sekali tidak memberatkan masyarakat miskin," kata Harrison di Pontianak, Rabu.
Dia menjelaskan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu tetap ditanggung oleh pemerintah melalui program Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan, bahkan dengan kenaikan ini layanan kesehatan akan semakin baik.
"Yang mengalami kenaikan itu peserta mandiri, jadi masyarakat kurang mampu dan terdaftar pada PBI, sebenarnya tidak perlu khawatir," katanya.
Dengan kenaikan iuran BPJS Mandiri, diharapkan pelayanan rumah sakit dan puskesmas atau dokter umum yang melayani BPJS Kesehatan, bisa semakin baik dan bermutu. Untuk itu, pihaknya akan memberikan pengawasan terhadap hal tersebut.
"Di Kalbar terdapat 36 persen yang ditanggung melalui program PBI dari pusat dan daerah. Angka 36 persen tersebut sudah cukup tinggi, karena secara rill jumlah masyarakat miskin yang ada di Kalbar berdasarkan data BPS hingga Agustus 2019 sebesar 7,49 persen," katanya.
Baca juga: Ada pro kontra di Tanjungpinang atas kenaikan iuran BPJS Kesehatan
Baca juga: DPRD Jember sesalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan
Baca juga: Iuran BPJS Kesehatan naik, banyak warga Medan turun kelas
Harrison menuturkan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu sendiri sudah ditetapkan oleh pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 75 tahun 2019 mengenai perubahan Peraturan Presiden Nomor 82 tahun 2019 dan ditandatangani pada tanggal 24 Oktober 2019.
Untuk BPJS Mandiri terjadi kenaikan iuran peserta kelas 1 menjadi Rp160.000 dari sebelumnya Rp80.000, kelas 2 yang sebelumnya Rp51.000 naik menjadi Rp110.000 dan iuran kelas 3 yang sebelumnya Rp25.500 menjadi Rp42.000 dan ini akan berlaku pada tanggal 1 Januari 2020.
Untuk PBI BPJS Kesehatan yang dibayar oleh pemerintah daerah juga terjadi peningkatan dari 23.000 menjadi 42.000 dan ini berlaku sejak Agustus 2019.
"Namun, karena pembiayaan dari Agustus sampai bulan Desember, pemerintah pusat memberikan subsidi sebesar Rp19.000 rupiah. Artinya pemerintah tetap membayar dengan jumlah yang sama Rp23.000 sehingga ini tidak mengganggu anggaran APBD 2019 untuk PBI yang didaftarkan oleh daerah. Jadi, masyarakat yang sudah jadi peserta tidak perlu khawatir," katanya.
Agar program PBI BPJS Kesehatan ini bisa semakin tepat sasaran, pihaknya mengimbau kepada Dinas Sosial untuk bisa melakukan validasi data, karena data ini akan berubah terus.
"Hari ini masyarakat A kurang mampu, bisa saja tahun depan sudah berkecukupan, sehingga untuk PBI ini tidak bisa menggunakan data lama. Makanya, agar tepat sasaran, pembaruan data terus diperlukan," kata Harrison.*
Baca juga: Cara turun kelas kepesertaan jelang kenaikan iuran BPJS Kesehatan
Baca juga: YKP minta pemerintah evaluasi BPJS Kesehatan sebelum naikkan iuran
Baca juga: Pemkab Gunung Kidul sulit pertahankan UHC akibat kenaikan iuran BPJS
Pewarta: Rendra Oxtora
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019