Dalam pernyataan bersama Gapri, Gaprindo dan Formasi di Jakarta, Rabu menyatakan, sebagian besar usulan Kemenkes pada rancangan revisi PP tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan itu dinilai mengancam keberlangsungan IHT dan mata pencaharian bagi jutaan orang yang terlibat di dalamnya.
Kemenkes sebagai pemrakarsa revisi PP 109/2012 berencana memperluas ukuran gambar peringatan kesehatan dari 40 persen menjadi 90 persen dan melarang total promosi dan iklan di berbagai media termasuk tempat penjualan, dengan dalih adanya peningkatan prevalensi perokok anak.
Namun kalangan industri hasil tembakau menyayangkan hingga kini tidak ada upaya yang konkret dari Kemenkes untuk mengedukasi masyarakat akan bahaya rokok dan mencegah akses penjualan, khususnya bagi anak-anak, sebagaimana sudah dimandatkan dalam PP 109/2012 pasal 6.
Baca juga: Pemerintah diminta tinjau ulang kebijakan tarif cukai rokok
Ketua umum Gaprindo Muhaimin Moeftie menyatakan pihaknya sepakat dan mendukung regulasi untuk mencegah anak-anak mengonsumsi produk tembakau sebagaimana tercantum dalam PP109/2012.
"Pelaku industri secara sukarela telah menjalankan program sosialisasi kepada para mitra ritel untuk tidak menjual produk tembakau kepada anak-anak," katanya.
Senada dengan itu Ketua umum Gappri Henry Najoan mempertanyakan komitmen pemerintah untuk menciptakan iklim usaha yang baik jika IHT terus diberikan tekanan mulai dari kenaikan cukai yang eksesif dan sekarang dengan rancangan revisi PP 109/2012 yang sama sekali tidak pernah melibatkan para pelaku industri.
Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 152/2019, Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai yang sangat tinggi sebesar 23 persen dan harga eceran sebesar 35 persen yang akan diberlakukan mulai Januari 2020.
Baca juga: GAPPRI nilai kenaikan tarif cukai rokok beratkan industri
Menurut dia, tekanan pada industri akan mengancam seluruh mata rantai produksi yang terlibat, mulai dari tenaga kerja dan bisnis di bidang perkebunan, baik itu para petani tembakau dan cengkeh; para tenaga kerja pabrikan; hingga pekerja dan pemilik toko ritel; serta lini usaha lain yang terkait.
Selama lima tahun terakhir, terdapat lebih dari 90.000 tenaga kerja pabrikan yang telah mengalami PHK, lanjutnya, jumlah produsen juga mengalami penurunan dari 4.000an pelaku industri di tahun 2007 hingga kini hanya tersisa 700an.
"Bersama ini kami meminta kebijaksanaan Menteri Kesehatan untuk mempertimbangkan kembali rancangan revisi peraturan tersebut. Hal ini demi menjaga kelangsungan industri serta mencegah terjadinya PHK besar-besaran yang akan menambah angka pengangguran di Indonesia," kata, Sekjen Formasi Suhardjo.
Pewarta: Subagyo
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019