• Beranda
  • Berita
  • FEB UI sebut kenaikan iuran BPJS tak berpengaruh besar pada defisit

FEB UI sebut kenaikan iuran BPJS tak berpengaruh besar pada defisit

7 November 2019 08:56 WIB
FEB UI sebut kenaikan iuran BPJS tak berpengaruh besar pada defisit
Ketua TIm Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) Teguh Dartanto. (ANTARA/Dewanto Samodro)

Yang pertama orang turun kelas. Kedua orang berhenti membayar. Kalau setop membayar kan sama saja. Tetap saja defisit,

Lembaga Penelitian Ekonomi Manajemen (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia  (UI) mengatakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak berpengaruh besar terhadap penyelesaian defisit anggaran BPJS Kesehatan.

"Dengan adanya kenaikan (iuran) ini kan berpikirnya bisa menyelesaikan defisit. Menurut saya enggak," kata Kepala grup penelitian kemiskinan dan perlindungan sosial LPEM  FEB UI Teguh Dartanto melalui sambungan telepon di Jakarta, Kamis.

Pendapatnya itu, katanya, didasarkan pada penelitian terhadap orang-orang yang sama yang ia lakukan pada 2015 dan 2016 ketika iuran BPJS Kesehatan mengalami kenaikan sekitar 30 persen.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 24 persen dari total peserta BPJS menurunkan kelas layanan dari kelas 1 ke kelas 2 dan dari kelas 2 turun ke kelas 3 akibat kenaikan tersebut.

"Itu yang kenaikannya kurang dari 100 persen. Apalagi yang naiknya 100 persen," katanya.

Baca juga: Dirut pastikan kenaikan iuran BPJS Kesehatan memperbaiki pelayanan


Artinya, katanya lebih lanjut, tujuan utama kenaikan premi tersebut tidak banyak bermanfaat untuk mengurangi defisit anggaran.

"Karena dulu logika matematikanya sederhana, ketika kurang maka dinaikkan, tanpa berpikir mengenai pola perilaku masyarakatnya."

"Orang enggak berpikir ketika naik, maka orang akan turun kelas. Kalau nanti orang yang kelas 1 dan kelas 2 pada turun kelas ke kelas 3, semuanya juga akhirnya akan sama saja," katanya menjelaskan.

Kenaikan iuran, katanya menegaskan, tidak akan memberikan pengaruh besar terhadap penyelesaian defisit anggaran karena akan berdampak pada penurunan layanan kelas peserta.

"Yang pertama orang turun kelas. Kedua orang berhenti membayar. Kalau setop membayar kan sama saja. Tetap saja defisit," katanya.

 Baca juga: Masyarakat miskin jangan khawatir kenaikan iuran BPJS Kesehatan

Namun demikian, Kepala Humas BPJS Kesehatan Iqbal Anas Ma'ruf menyangkal kemungkinan itu.

Ia mengatakan penurunan kelas layanan peserta sudah diperhitungkan oleh BPJS sehingga  kenaikan iuran tetap diharapkan dapat menyelesaikan persoalan defisit.

"Penurunan kelas sudah diperhitungkan. Kan komponen kepesertaannya terdiri tidak hanya segmentasi mandiri," katanya.

Iuran BPJS Kesehatan secara resmi telah ditetapkan naik sesuai dengan yang direkomendasikan Menteri Keuangan sebelumnya menyusul diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fachmi Idris mengatakan defisit anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bisa mencapai Rp77 triliun pada akhir 2024, bila tidak ada upaya fundamental untuk mengatasinya.


Baca juga: BPJS:Rp151,24 triliun digelontorkan pemerintah biayai JKN warga miskin

Pewarta: Katriana
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019