Bawaslu RI menargetkan pada Januari 2020 dapat merampungkan pemetaan potensi konflik pemilihan kepala daerah serentak.
"Pemetaan masih kita proses, 'input' data belum selesai, kita harapkan bulan Januari itu sudah terlihat potensi konflik mana yang paling besar," kata Komisioner Bawaslu RI Rahmat Bagja, di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Bawaslu RI: Jangan menyerah ungkap dugaan politik uang di Pilkada 2020
Baca juga: Bawaslu nilai konsolidasi demokrasi lebih matang pada Pilkada 2020
Untuk saat ini baru beberapa daerah yang memang sudah tercatat berpotensi menimbulkan konflik di pilkada nanti, seperti daerah timur Indonesia.
"Yang pasti (secara) geografi itu pasti terjadi, kalau Papua kita rembuk bersama mencari solusinya," kata dia.
Menurut dia, kemungkinan konflik di Pilkada 2020 bisa saja meningkat dibandingkan penyelenggaraan pemilu pada periode sebelumnya, mengingat jumlah daerah yang akan menyelenggarakan pemilihan mencapai
270 daerah atau pada 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota.
Ada beberapa potensi yang akan menjadi penyebab konflik di pilkada, di antaranya menurut Rahmat terkait politik identitas, politik uang atau netralitas ASN.
Menurut Rahmat Bagja, untuk netralitas ASN harus menjadi perhatian penting, karena mayoritas calon yang maju biasanya petahana, atau sekda yang memiliki jaringan sampai ASN terbawah.
"Tapi yang paling kami takutkan adalah 'abuse of power', penyalahgunaan wewenang, contohnya hasil pembangunan dari dana desa, ini dianggap keberhasilan partai politik a atau b, atau calon tertentu," ujarnya.
Baca juga: Penegakan sanksi pelanggaran netralitas ASN masih lemah
Baca juga: Penegakan netralitas ASN pada Pemilu butuh keterlibatan publik
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019