"Saya sependapat dengan apa yang disampaikan Mendagri, bahwa perlu ada telaah kembali, perlu ada evaluasi. Mari kita evaluasi dulu, baik dan buruknya, dari evaluasi tersebut kemudian nanti bisa kemudian kita kaji," kata Lestari di sela-sela Kongres Partai NasDem di JI Expo, Jakarta, Sabtu.
Baca juga: Basarah: Wacana evaluasi Pilkada langsung perlu direspon
Baca juga: F-PPP dukung evaluasi pelaksanaan pilkada langsung
Baca juga: Kapolri berharap sistem pilkada langsung dievaluasi kembali
Baca juga: DPR dan pemerintah sepakat evaluasi pelaksanaan Pilkada langsung
Baca juga: Golkar tetap inginkan Pilkada langsung
Dia menjelaskan, Indonesia telah mengalami suatu proses demokrasi yang luar biasa, kelelahan yang luar biasa, dan proses Pilkada serta kita tentu tidak menafikan banyak terpilih tokoh-tokoh yang bagus.
Namun menurut Wakil Ketua MPR RI itu, dari semua daerah yang melaksanakan Pilkada langsung tidak semuanya menghasilkan kepala daerah yang memiliki kapasitas dan kapabilitas, sehingga hal itu yang harus dicermati.
"Bagaimana suatu proses yang sesungguhnya memang seharusnya bisa berjalan dengan baik, tapi ketika tataran masyarakatnya belum siap, berubah maka hasilnya tidak menjadi seperti apa yang kita inginkan," ujarnya.
Dia mengakui Pilkada langsung menghasilkan politik biaya tinggi dan tidak semua menghasilkan kepala daerah yang memang memiliki kapasitas dan kapabilitas.
Namun menurut dia apakah kemudian tata cara Pilkada harus dievaluasi, dan apakah kemudian masyarakat kita sudah siap.
"Di beberapa tempat secara terbuka, kita harus akui malah ada industri baru yaitu industri jual suara. Itu bukan hal yang tidak ada, itu yang saya rasa kenapa apa yang disampaikan Mendagri perlu disambut dan kemudian bersama-sama kita melakukan telaah," ujarnya.
Dia menilai evaluasi Pilkada langsung bukan suatu kemunduran dalam berdemokrasi di Indonesia karena proses demokrasi di beberapa titik agak terlalu kebablasan.
Menurut dia, sebuah proses demokrasi itu bisa berjalan dengan baik, apabila masyarakatnya memang sudah siap karena sebetulnya tingkat pendidikan, taraf kehidupan masyarakat belum semua sama.
"Mungkin mereka tidak berpikir bahwa Pilkada ini sebagai sebuah prioritas buat mereka. Akhirnya berpikir, 'oh ya ada yang datang kasih uang, ya sudah saya kasih saja suaranya'. Dan tidak menyadari bahwa suara tersebut hanya dipertukarkan, nasib bangsa dan negara," katanya.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019