Penelitian Lembaga Institute for Essential Services Reform (IESR) menemukan masih ada akses listrik di perdesaan Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) belum memadai.Tingkat rendah berarti pasokan listrik yang diterima hanya cukup untuk penerangan dasar
"Kajian diagnostik MTF (multi tier framework) di delapan desa di NTB dan NTT menunjukkan bahwa akses listrik yang diterima masyarakat masih berada di tier (tingkat) rendah," kata Manajer Program Akses Energi IESR Marlistya Citraningrum dalam diskusi tentang akses energi di Jakarta, Senin.
Menurut Citra, tingkat rendah berarti pasokan listrik yang diterima hanya cukup untuk penerangan dasar dan peralatan elektronik yang berdaya rendah, sehingga tidak dapat digunakan untuk kegiatan produktif.
Baca juga: Pengamat harapkan pencapaian rasio elektrifikasi perhatikan kualitas
Ia berpendapat sebenarnya masyarakat di sana memiliki keinginan mendapatkan listrik dengan kualitas lebih baik dan memiliki kemauan membayar yang beragam, dengan cicilan bila dimungkinkan.
"Beberapa penelitian menunjukkan kalau kita ingin mendorong masyarakat menggunakan listrik maka harus dilihat bagaimana pencaharian yang dilakukan warga desa setempat," katanya.
Sementara itu, peneliti IESR Hapsari Damayanti mengemukakan sejumlah permasalahan yang dihadapi dalam penyediaan akses listrik masih beragam antara lain adalah data tidak sinkron sehingga kerap tumpang tindih.
Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menyatakan kualitas akses energi di Indonesia sering dibahas, tetapi belum jelas bagaimana kualitas itu diimplementasikan atau dijadikan acuan dalam penyediaan energi.
Fabby mengingatkan bahwa salah satu sasaran pembangunan global (SDG) adalah memastikan akses energi universal yang terjangkau dengan andal, berkelanjutan, dan modern pada 2030.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan menggiatkan operasi penertiban pemakaian tenaga listrik (P2TL) untuk memberantas pencurian listrik.
"Kita ingin giatkan operasi gabungan di setiap daerah dengan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) ketenagalistrikan, agar susut nonteknis bisa kita kurangi," ujar Direktur Pembinaan Program dan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman P Hutajulu.
Ia mengatakan penurunan susut jaringan tenaga listrik secara nonteknis masih menjadi salah satu pekerjaan rumah bersama.
"Masih banyak saudara kita yang wilayahnya masih gelap, yang sudah terang, jangan mencuri. Itu masih jadi PR kita bersama," ucapnya.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengharapkan dengan melakukan operasi pencurian listrik, dapat turut menjaga berjalannya perekonomian nasional
"Sektor ketenagalistrikan mempunyai peran yang sangat strategis, dapat menyejahterakan masyarakat dan mendorong perekonomian," katanya.
Baca juga: Rasio elektrifikasi nasional capai 98,86 persen
Baca juga: IESR: Indonesia perlu terapkan pajak karbon demi Paris Agreement
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2019