Ketua Komite Syariah World Halal Food Council (WHFC) Asrorun Niam Sholeh memaparkan standar hewan halal untuk dijadikan pedoman bagi lembaga sertifikasi halal dunia dalam sidang plenonya.perlu kedalaman pemahaman boleh tidaknya suatu jenis hewan untuk dikonsumsi
Niam dalam keterangannya di Jakarta, Kamis, dalam kesempatan kegiatan WHFC itu memaparkan tentang standardisasi hewan halal yang bisa dikonsumsi dan dijadikan bahan dalam produk pangan.
"Pembahasan standar ini penting untuk menjadi pedoman dalam proses sertifikasi halal dan pengakuan sertifikat halal dari lembaga halal dunia," kata dia.
Baca juga: LPPOM MUI Riau terbitkan 185 sertifikat halal
Menurut Niam, pertemuan itu sangat strategis, terlebih diadakan dalam momentum pertama setelah berlakunya efektif kewajiban sertifikasi halal sesuai UU Jaminan Produk Halal.
Sebanyak 48 Lembaga Halal Dunia dari 26 negara yang tergabung dalam WHFC berkumpul di Jakarta pada 13-15 November 2019 untuk melaksanakan Annual General Meeting.
Pertemuan itu ditujukan untuk mengevaluasi program selama satu tahun dan membahas berbagai masalah kontemporer terkait produk halal global.
Pembahasan tersebut, kata Niam, merupakan rekomendasi tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya yang dilaksanakan di Australia, Italia dan Indonesia.
"Pertemuan komite syariah terakhir merekomendasikan pembahasan dan penetapan standar hewan halal seiring dengan semakin berkembangnya teknologi pangan, terutama yang menggunakan bahan hewani," kata dosen Pascasarjana UIN Jakarta itu.
Dalam paparannya, Niam menjelaskan prinsipnya hewan halal itu ada yang disebutkan secara eksplisit dalam sumber Islam dan ada yang disebutkan indikasinya.
"Dan ini yang lebih banyak. Karena itu, perlu kedalaman pemahaman, baik aspek syariah maupun aspek teknis untuk mengetahui boleh tidaknya suatu jenis hewan untuk dikonsumsi," katanya.
Ia mengatakan hewan yang haram di samping disebutkan oleh dalil nash seperti babi, ada juga yang disebutkan indikasinya.
"Setidaknya ada enam indikasi yang membuat hewan itu haram dimakan, yaitu karena masuk kategori kotor (khabits), membahayakan (dlaarrah), diperintahkan untuk dibunuh, dilarang untuk dibunuh, sebagai hewan buas yang memiliki taring, memiliki kuku tajam untuk memangsa serta hewan yang mayoritas makannya barang najis dan kotor," katanya.
Setelah itu, jika sudah terindentifikasi jenis hewannya apakah masuk kategori boleh dimakan atau disebut sebagai "ma’kul al lahm", maka harus dipastikan persyaratan berikutnya, proses penyembelihan dan pengolahannya.
"Kaidahnya, daging hewan yang halal dikonsumsi itu belum boleh dikonsumsi selama belum ada kejelasan tentang proses penyembelihan dan pengolahannya. Dalam konteks bisnis produk pangan, di sinilah urgensi pemeriksaan, auditing dan sertifikasi halal guna memberikan jaminan kepada konsumen akan kehalalan produk," katanya.
Baca juga: Wapres Ma'ruf: Jangan hanya jadi pemberi sertifikat halal
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019