Menurut Anton, hal terpenting yang harus terus dipelajari dan dikembangkan oleh calon produsen lokal adalah baterai.
"Baterai memiliki nilai paling besar. Indonesia punya resources-nya tapi perlu diolah," kata dia saat ditemui di sela-sela acara "Toyota 5 Continents Driving in Asia 2019-2020" di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (15/11).
Baca juga: Selain SUV, ini mobil yang akan jadi tren 2020 di Indonesia
"Pabrikan yang mengolah dan mengembangkannya ini lagi kita tunggu juga gimana perkembangannya," lanjutnya.
Komponen penting lainnya adalah motor listrik yang berfungsi sebagai penghasil tenaga listrik di kendaraan. Motor ini menggunakan 3 phase dengan arus AC atau disebut rotating magnetic field (RMF), dan dapat berputar sampai 18.000 rpm.
Selanjutnya, drive inventer juga menjadi hal lain yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk memproduksi mobil listrik secara lokal.
Baca juga: Menristek dorong potensi sisa garam untuk baterai mobil listrik
Drive inverter sendiri berfungsi sebagai otak dari mobil listrik. Di dalamnya terdapat komponen untuk mengubah arus DC dari baterai ke arus AC untuk memutarkan motor.
Komponen ini juga berfungsi untuk mengontrol tekanan pedal gas yang diinjak pengemudi dengan kecepatan putaran motor. Drive inverter juga dapat memperlambat putaran motor bila terjadi pengereman atau perlambatan laju kendaraan, dibantu oleh sensor-sensor yang mendukung kinerjanya.
Lebih lanjut, Anton mengatakan bahwa saat ini di kawasan Asia Tenggara (ASEAN), Malaysia dan Thailand telah memulai produksi kendaraan elektrivikasi secara lokal.
Baca juga: Mengenal mobil listrik Toyota yang "mungkin" dibawa ke Indonesia
"Bila bicara ASEAN, Malaysia dan Thailand sudah punya pabrik buat inverter dan motor. Tapi balik lagi, baterai ini adalah kunci utamanya. Maka, untuk Indonesia mencapai lokalisasi yang diharapkan, maka baterai ini perlu dilokalisasi di Indonesia," ujarnya.
Ia optimistis dengan adanya produksi kendaraan elektrivikasi secara lokal, bisa membantu menekan harga jual produksi mobil listrik atau hybrid.
"Dulu mobil hybrid harganya di kisaran Rp700-800 juta, lalu turun ke Rp500an juta. Untuk menurunkan hybrid ini lebih murah lagi, misalnya di angka Rp300an juta, memang pilihan pertama adalah produksi lokal, dan lagi itu adalah sudah permintaan dari pemerintah," kata Anton.
"Tapi principal belum bisa memberi tahu yang mana atau apa (mobil listrik untuk diproduksi lokal). Tapi, untuk mencapai harga yang ekonomis, ya memang produksi lokal menjadi pilihan," ujarnya pula.
Baca juga: Akhir November, Jokowi akan pastikan investasi mobil listrik Hyundai
Baca juga: Mobil listrik UMM diharapkan bisa diproduksi massal
Pewarta: Arnidhya Nur Zhafira
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2019