"Dengan edaran ini, terbukti kejaksaan belum bersih dalam penegakan hukum. Jadi selama ini mereka memproses hukum para pejabat dengan cara melanggar hukum," kata Johanes Tuba Helan di Kupang, Selasa.
Tuba Helan juga mempertanyakan, kapan pemerintahan kita menjadi baik, jika aparat penegak hukum bertindak korup dalam penegakan hukum.
Karena itu, dia berharap, dengan adanya edaran Jaksa Agung ini kejaksaan bisa berubah, dan pemda jangan melayani lagi permintaan atau intervensi mereka.
"Bekerjalah secara profesional dan mengikuti aturan yang berlaku," katanya.
Kejaksaan Agung meminta gubernur, bupati, dan wali kota menolak permintaan uang, barang, intervensi dan intimidasi dari jaksa nakal di daerah.
Permintaan tersebut disampaikan secara resmi melalui surat nomor R-1771/D/Dip/11/2019 bersifat segera tertanggal Kamis, 14 November 2019.
Surat tersebut ditandatangani Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Jan Samuel Maringka.
"Pimpinan Kejaksaan tidak akan mentolerir dan akan menindak tegas setiap bentuk penyalahgunaan kewenangan oleh oknum Kejaksaan RI," kata Jan Samuel dalam surat itu.
Surat itu tindak lanjut arahan Presiden Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemerintah Pusat dan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di gedung Sentul lnternational Convention Center (SICC), Bogor, sehari sebelumnya, yakni pada Rabu, 13 November 2019.
Baca juga: Presiden didukung tindak tegas penegak hukum nakal
Baca juga: Ketua KPK: OTT KPK terjadi artinya sinergi kejaksaan dan Polri kurang
Baca juga: Jaksa Agung: Kinerja kejaksaan dinilai bebasnya daerah dari korupsi
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019