"Kalaupun DPR RI maupun Presiden bermaksud merevisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada), seyogianya tetap mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Dr. H.M. Iqbal Wibisono, S.H., M.H. di Semarang, Kamis.
Baca juga: KPU berharap revisi UU untuk larang pengusungan bekas koruptor
Baca juga: DPR: aturan belum memungkinkan larang eks koruptor maju pilkada
Dalam putusan MK Nomor 42/PUU-XIII/2015, kata alumnus Program Doktor (S-3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) ini, ada frasa "bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana".
Dengan demikian, kata Iqbal, sepanjang eks koruptor secara terbuka dan jujur mengumumkan bahwa yang bersangkutan bekas narapidana korupsi dan tidak sedang dicabut hak politiknya, bisa menjadi peserta Pilkada Serentak 2020.
Setelah ada putusan MK Nomor 42/PUU-XIII/2015, ada perubahan mengenai persyaratan menjadi calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah. Dalam hal ini, menurut Iqbal, eks koruptor boleh mencalonkan diri sebagai kepala daerah/wakil kepala daerah.
Baca juga: Koruptor dilarang nyalon pilkada, KPU: Korupsi musuh bersama
Dalam UU No. 10/2016, Pasal 7 Ayat (2) Huruf g disebutkan bahwa calon gubernur/calon wakil gubernur, calon wali kota/calon wakil wali kota, dan calon bupati/calon wakil bupati harus memenuhi persyaratan tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
Sebelumnya, Ketua KPU Arief Budiman, dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (11/11), akan mengajukan usulan larangan pencalonan mantan terpidana korupsi sebagai calon kepala daerah/calon wakil kepala daerah ke dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
Ketika Iqbal merespons hal itu, sebaiknya KPU mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 46 P/HUM/2018 yang menyatakan Pasal 4 Ayat (3), Pasal 11 Ayat (1) Huruf d, dan Lampiran Model B.3 PKPU No. 20/2018 sepanjang frasa "mantan terpidana korupsi" bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pemilihan Umum juncto UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Baca juga: PKPU larangan koruptor maju pilkada masih digodok
Baca juga: Fahri: Larangan mantan napi koruptor ikut pilkada bukan domain KPU
Pewarta: D.Dj. Kliwantoro
Editor: Eddy K Sinoel
Copyright © ANTARA 2019