• Beranda
  • Berita
  • Pengamat: Sentimen global jadi momentum perbaikan dalam negeri

Pengamat: Sentimen global jadi momentum perbaikan dalam negeri

25 November 2019 17:48 WIB
Pengamat: Sentimen global jadi momentum perbaikan dalam negeri
Peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Fajar B. Hirawan berpose dengan latar belakang Main Hall Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, Senin (8/4/2019). (ANTARA/ Zubi Mahrofi)

Logikanya jika memang kinerja ekonomi Indonesia cukup stabil, seharusnya akan banyak capital inflow (modal masuk) ke tanah air

Pengamat ekonomi dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) Fajar Hirawan mengatakan sentimen global yang dinilai mendorong perekonomian dunia lesu, justru menjadi momentum perbaikan kinerja dalam negeri sehingga penerimaan negara dapat ditingkatkan.

"Logikanya jika memang kinerja ekonomi Indonesia cukup stabil, seharusnya akan banyak capital inflow (modal masuk) ke tanah air dan diharapkan akan berdampak positif terhadap penerimaan negara," katanya di Jakarta, Senin.

Untuk itu, ia mendorong agar tim ekonomi pemerintah untuk fokus mengurus sentimen di dalam negeri.

Pajak, lanjut dia, merupakan sektor dominan yang berkontribusi di atas 75 persen penerimaan negara.

Untuk mendongkrak penerimaan pajak, Fajar mengimbau pemerintah memberikan prioritas terhadap perbaikan administrasi perpajakan termasuk digitalisasi.

Kemudian, pengembangan cakupan sektor pajak, peningkatan kapasitas otoritas perpajakan, serta edukasi pajak bagi obyek pajak.

Penerimaan negara berupa pajak dari sektor digital, kata dia, berpeluang besar menambah pundi-pundi kas negara.

Baca juga: Kemenkeu sebut surplus BI Rp30 triliun berkah bagi PNBP

"Sektor internet of things dan ekonomi digital memiliki prospek yang baik sebagai penyumbang atau kontributor bagi penerimaan negara," imbuh doktor ekonomi dari Universitas Sydney, Australia itu.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan berupaya mengumpulkan pajak dari perusahaan digital dunia, salah satu caranya dengan melakukan revisi undang-undang perpajakan.

Perusahan digital besar itu sebagian besar bukan dalam bentuk badan usaha tetap (BUT) di Indonesia atau mereka tidak berkantor di Tanah Air.

Nantinya, konsep tersebut akan digeser menjadi kehadiran aktivitas ekonomi yang signifikan dari sebelumnya berdasarkan fisik kantor, untuk menarik pajak.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan menyebutkan penerimaan negara Januari-Oktober 2019 tercatat tumbuh melambat.

Data APBN 2019, realisasi penerimaan negara mencapai Rp1.508,9 triliun atau 69,6 persen dari target APBN sebesar Rp2.165,1 triliun.

Pemerintah mengatakan sentimen global yang berkelanjutan memberi dampak pertumbuhan ekonomi dunia dan Indonesia melambat.

Melambatnya pertumbuhan penerimaan negara khususnya dari pajak itu karena imbas perang dagang Amerika Serikat dengan China yang berpengaruh ke dalam negeri.

Baca juga: Akademisi serukan Indonesia tiru China dan Jepang dongkrak PNBP
Baca juga: Menkeu: Pendapatan negara hingga Agustus 2019 capai 54,9 persen

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Ahmad Wijaya
Copyright © ANTARA 2019