Puluhan warga yang mengatasnamakan Aliansi Aktivis Jember menuntut pemakzulan Bupati Jember Faida dengan unjuk rasa di halaman Gedung DPRD Kabupaten Jember, Jawa Timur, Senin.Tuntutan tersebut adalah puncak dari batas kesabaran rakyat karena jauh sebelumnya sudah terjadi fakta menyia-nyiakan amanah rakyat sejak awal menjabat
"Tuntutan tersebut adalah puncak dari batas kesabaran rakyat karena jauh sebelumnya sudah terjadi fakta menyia-nyiakan amanah rakyat sejak awal menjabat," kata koordinator Aliansi Aktivis Jember Kustiono Musri di Jember.
Ia mengatakan Mendagri melalui surat nomor: 700/12429/SJ tanggal 11 November 2019 berkeputusan mencabut 15 surat keputusan Bupati Jember dan 30 Peraturan Bupati Jember, sehingga hal tersebut merupakan sikap pemerintah pusat untuk merespon pelanggaran di Kabupaten Jember.
Baca juga: Bupati Jember daftar bacabup di PDIP jelang batas akhir pendaftaran
"Ada juga surat putusan Komisi Aparatur Sipil Negara yang berisi tentang pelanggaran sistem terkait ASN yang dilakukan Bupati Jember, sehingga banyak kebijakan yang dilakukan Bupati Jember dinilai melanggar aturan," tuturnya.
Ia mendesak seluruh anggota DPRD Jember berani menyuarakan aspirasi rakyat untuk memakzulkan Bupati Faida karena banyak kebijakannya yang dinilai melanggar aturan.
Sementara pengamat hukum Universitas Jember Al Khanif PhD mengatakan dalam proses demokrasi, pemilihan wakil-wakil rakyat termasuk kepala daerah dalam sistem desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia dilakukan melalui mekanisme pemilihan yang telah ditetapkan.
Baca juga: KPK dukung komitmen bupati bangun Jember tanpa korupsi
"Sehingga semua wakil rakyat yang terpilih seperti bupati/wali kota tidak dapat diturunkan di tengah jalan, kecuali mereka melakukan tindak pidana atau melakukan kegiatan yang berlawanan dengan hukum, atau bisa bisa juga mereka mengundurkan diri karena alasan kesehatan atau meninggal dunia," katanya.
Menurutnya jika ada kebijakan yang dianggap bertentangan dengan prinsip administrasi (mal administrasi), maka hal itu tidak dapat dijadikan acuan untuk menjatuhkan kepala daerah karena mal administrasi bukan tindak pidana, sehingga perkaranya akan masuk ke PTUN.
"Seburuk apa pun kinerja kepala daerah selama tidak melakukan kejahatan pidana, maka tidak dapat dijatuhkan," ucap dosen Fakultas Hukum Universitas Jember itu.
Al Khanif mengatakan masyarakat boleh menyampaikan aspirasi melalui demonstrasi dan justru dianjurkan untuk mengontrol kinerja pemerintah, namun untuk tuntutan pemakzulan juga harus dilihat bahwa Indonesia menggunakan sistem berdemokrasi sebagai supremasi bernegara.
Baca juga: KTP Bupati Jember jadi barang bukti OTT
Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019