Kegiatan yang didukung oleh Yayasan Arsari Djojohadikusumo (Yad) dan Fakultas Ilmu Budaya Unhas itu berlangsung di Aula Prof Matuladda, IB Unhas, Kampus Tamalanrea, Makassar, Selasa.
Turut hadir Dekan FIB Unhas, Prof. Dr. Akin Duli, MA, Direktur Eksekutif Yayasan Arsari Djojohadikusumo, Catrini Pratihari Kubontubu, Kepala Balai Cagar Budaya Jawa Timur, Andi Muhammad, Ketua Departemen se-fakultas FIB, para arkeolog, sejarawan, maupun mahasiswa Unhas dan mahasiswa di luar Unhas.
Baca juga: Situs pra-Majapahit Sekaran butuhkan atap pelindung
"Peninggalan budaya Indonesia sangat banyak. Jika ini tidak dilakukan pengkajian, pelestarian maupun pengelolaan yang baik, peninggalan ini bisa hilang. Olehnya itu, keterlibatan berbagai pihak sangat dibutuhkan. Bukan hanya pemerintah maupun akademis, melainkan seluruh elemen masyarakat," jelas Prof Akin.
Dekan FIB Unhas itu menjelaskan bahwa Majapahit merupakan kerajaan besar yang pengaruhnya tidak hanya di pulau Jawa, melainkan hingga seluruh nusantara, termasuk Sulawesi Selatan.
Oleh karena itu, seminar ini dianggap memperkaya sumber informasi mengenai Majapahit, khususnya pengaruh kerajaan tersebut di luar Pulau Jawa.
Prof Akin juga berharap, kegiatan seperti ini bisa terus dilakukan sebagai bentuk pengkajian nilai-nilai sejarah yang ada di Indonesia.
Seminar ini pun mendapat apresiasi dari Direktur Eksekutif YAD, Catrini Pratihari Kubontubu. Menurutnya, ini bisa menjadi alarm bagi generasi masa kini tentang kebesaran kerajaan Majapahit di Indonesia.
Baca juga: BPCB Trowulan siapkan ekskavasi lanjutan Situs Sekaran
"Majapahit itu bukan dongeng semata. Dia nyata, dibuktikan dengan temuan temuan yang didapatkan oleh para arkeolog," jelas Catrini.
Ia juga menjelaskan mengenai Mandala Majapahit dan Yayasan Arsari Djojohadikusumo yang menjadi tonggak awal dalam pelestarian situs Majapahit di Trowulan.
Sementara Kepala Balai Cagar Budaya Jawa Timur, Andi Muhammad menyampaikan bahwa pelestarian situs peninggalan budaya seharusnya tidak hanya dilakukan pada benda atau sesuatu yang ditinggalkan. Akan tetapi, masyarakat dan lingkungannya juga harus diperhatikan.
"Para akademisi harus bersama-sama membantu dalam pengkajian, pelestarian, maupun pengelolaan tersebut, sehingga generasi masa kini bisa dengan jelas melihat bukti bukti peninggalan zaman kerajaan," jelasnya.
Seminar 726 Majapahit tersebut menghadirkan empat pembicara dari berbagai daerah dan disiplin ilmu. Mereka adalah Drs. Iwan Sumantri (Arkeologi Universitas Hasanuddin), Adrian Perkasa (Sejarawan Universitas Airlangga), Prof. Peter Carey (Professor Universitas Indonesia), dan Pater Gregor Nenbasu (Antropologi Universitas Katolik Widya Mandiri).
Selain seminar, kegiatan ini juga dirangkaikan dengan jelajah pusaka mengunjungi jejak-jejak pangeran Diponegoro yang ada di Makassar.
Baca juga: Temuan situs kuno di Tol Malang-Pandaan diduga dari era pra Majapahit
Baca juga: Meriam peninggalan Kerajaan Majapahit diterima TNI dari warga Kalbar
Baca juga: Galeri Indonesia Kaya pamerkan delapan peninggalan Majapahit
Pewarta: Nur Suhra Wardyah
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019