Ia menyatakan hendaknya dalam merespons sesuatu yang belum faktual jangan terlalu berlebihan karena persentase permasalahan hukum yang dihadapi terkait dana desa hanya 0,13 persen.
"Tidak sampai 1 persen bahkan kurang dari 0,50 persen. Artinya, jangan sampai kemudian permasalahan 0,13 persen itu mengubah kebijakan tentang dana desa," kata Halim dalam Rapat Kerja Komite I DPD RI di Senayan Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan jika Kemendes PDTT telah mengantisipasi agar desa tertinggal dan penerima dana desa lain tidak selalu bergantungan dengan kebijakan pemerintah tersebut.
Memang, narasi publik sepertinya menilai pemerintah seakan-akan ingin banyak desa tergantung suplai dana dan tidak mau berubah. Namun, situasi itu sudah diantisipasi dengan terus mengubah formula dana desa itu.
"Untuk 2020 misalnya, formula dana desa 62 persen itu dana alokasi dasar. Semua desa sama. Baru kemudian tiga persen untuk afirmasi. 28 persen itu (tergantung) jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan indeks kesulitan geografis," kata Halim.
Ketika indikator-indikator yang ditetapkan itu tidak dipenuhi, maka Halim menjamin pemerintah desa tersebut tidak akan mendapat kucuran dana desa.
Selain itu, Kemendes PDTT juga tengah berupaya meningkatkan kapasitas desa sehingga ditargetkan 2034 nanti, Kemendes PDTT bisa berubah penamaan atau nomenklatur menjadi Kementerian Desa dan Transmigrasi tanpa embel-embel 'Daerah Tertinggal' lagi.
"Itu proyeksi kami sepuluh sampai lima belas tahun mendatang misalnya 2034, nomenklatur Kemendes PDTT ini hilang. Tinggal Kementerian Desa dan Transmigrasi (saja)," kata Halim.
Baca juga: Mendes PDTT baru dengar dana desa untuk nikah lagi
Baca juga: Menteri Desa PDTT ingin ubah penamaan Kementerian
Baca juga: Menteri Desa PDTT kembali tegaskan desa fiktif tidak ada
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019