• Beranda
  • Berita
  • Pemrotes Irak tutup jalan untuk percepat reformasi

Pemrotes Irak tutup jalan untuk percepat reformasi

27 November 2019 23:30 WIB
Pemrotes Irak tutup jalan untuk percepat reformasi
Seorang pengunjuk rasa mengibarkan bendera Irak di sebelah ban yang dibakar saat aksi protes anti pemerintah di Kerbala, Irak, Rabu (27/11/2019). (REUTERS/ABDULLAH DHIAA AL-DEEN)
Para pemrotes menutup jalan dengan membakar ban-ban di wilayah selatan Irak dan bentrok dengan polisi di Baghdad pada Rabu, dengan maksud mengacaukan ekonomi dan menggoncang pihak berwenang yang mapan untuk menuntut perubahan di pemerintahan yang korup.

Di Basra, ibu kota Irak selatan yang kaya minyak, para pengunjukrasa mencegah aparatur sipil negara untuk masuk kerja dengan menyusun beton penghalang dan mengecatnya menyerupai peti mati bagi mereka yang tewas dalam pekan-pekan yang kacau, kata saksi mata Reuters.

Pasukan keamanan menembak mati lebih banyak demonstran dalam semalam. Di kota suci Kerbala, selatan Baghdad, mereka menggunakan peluru tajam untuk melawan pengunjuk rasa, menewaskan dua orang.

Di dekat Basra, seorang pengunjuk rasa meninggal karena luka-luka akibat tembakan, kata polisi dan petugas medis, yang menyebabkan 344 orang tewas di seluruh negeri sejak 1 Oktober.

"Pertama, kami menuntut reformasi dan mengakhiri korupsi," kata Ali Nasser, seorang lulusan teknik yang menganggur yang memprotes di Basra.

"Tetapi setelah pemerintah mulai membunuh pengunjuk rasa damai kita tidak akan pergi sebelum itu digulingkan bersama dengan kelas penguasa yang korup."

Reformasi pemerintah hanya menghasilkan sedikit pekerjaan bagi orang muda, tunjangan untuk orang miskin dan janji reformasi pemilu yang samar-samar yang belum mulai dibahas oleh para pembuat undang-undang.

"Reformasi itu hanya kata-kata. Kami menginginkan tindakan. Kami memiliki 16 tahun janji tanpa tindakan. Kami telah dirampok selama 16 tahun," kata Alia, seorang mahasiswa kedokteran berusia 23 tahun.

Protes besar dan sebagian besar damai yang terjadi di Irak adalah tantangan paling kompleks untuk kelas penguasa yang didominasi Muslim Syiah yang telah mengendalikan lembaga-lembaga negara dan jaringan patronase sejak invasi pimpinan AS pada 2003 yang menggulingkan diktator Sunni Saddam Hussein.

Sebagian besar pengunjuk rasa Syiah mengatakan politisi korup dan menyalahkan mereka untuk kegagalan Irak pulih dari konflik dan sanksi beberapa dekade meskipun situasi yang relatif tenang selama dua tahun setelah kekalahan IS.

Perdana Menteri Adel Abdul Mahdi menyatakan keprihatinannya untuk aksi kekerasan dan kerugian material akibat kerusuhan dalam pertemuan kabinet pada Selasa malam. Namun ia menyalahkan penyabot tak dikenal atas kerusakan tersebut.

"Ada banyak martir di antara demonstran dan pasukan keamanan, banyak yang terluka dan ditangkap ... kami berusaha mengidentifikasi kesalahan" yang dilakukan oleh pasukan keamanan dalam mencoba untuk mengatasi protes, katanya.

"Pemblokiran pelabuhan menelan biaya miliaran dolar ... dan banyak bangunan telah terbakar," katanya.

Para pemrotes telah berulang kali memblokir lalu lintas ke pelabuhan komoditas utama Irak di dekat Basra bulan ini dan telah mencoba untuk mengpung Bank Sentral di Baghdad, dan tampaknya bertekad memicu gangguan ekonomi.

Pemerintah bergerak lambat dalam memberlakukan segala jenis perubahan. Janji-janji reformasi pemilu dan pemilihan umum awal belum diratifikasi oleh parlemen.

Sumber: Reuters

Baca juga: Massa kembali blokade pintu masuk pelabuhan Umm Qasr Irak

Baca juga: Empat tewas, 52 terluka saat protes di Baghdad-Irak

Baca juga: Telepon PM Irak, Menlu AS "sesalkan" jumlah korban tewas demonstran

 

Pewarta: Maria D Andriana
Editor: Gusti Nur Cahya Aryani
Copyright © ANTARA 2019