Ahli hukum administrasi negara dari Universitas Nusa Cendana, Kupang, Dr Johanes Tuba Helan SH MHum, mengatakan, wacana penambahan masa jabatan presiden sama sekali tidak memiliki dasar argumentasi yang kuat.... bukan didasarkan pada keinginan orang per orang atau kelompok tertentu saja...
"Menurut saya, usulan ini tidak memiliki dasar argumentasi yang kuat, sehingga tidak perlu dibahas," kata Helan, di Kupang, Jumat, terkait wacana penambahan masa jabatan presiden.
Baca juga: Akademisi: Menambah masa jabatan presiden buka ruang otoritarianisme
Wacana penambahan masa jabatan presiden akhir-akhir ini kembali mencuat. Paling tidak terdapat dua pandangan.
Pandangan pertama adalah perlu penambahan periodesasi masa jabatan presiden dari dua menjadi tiga periode berturutan agar keberlanjutan program pembangunan dapat tuntaskan, jika hanya dua periode berturutan maka akan ada program yang tidak tuntas.
Baca juga: Fadli: Usulan tiga periode jabatan Presiden sangat berbahaya
Pandangan yang kedua adalah bukan penambahan tahun jabatan pada tiap periode, namun penambahan tahun dari lima tahun menjadi delapan tahun agar masa kepemimpinan hanya satu periode.
Dengan model ini, menurut penganjurnya, seorang presiden dapat melaksanakan visi dan misi secara tuntas tanpa berfikir untuk maju kembali.
Baca juga: Mardani: penambahan masa jabatan presiden membahayakan reformasi
Menurut mantan Kepala Ombudsman Perwakilan NTT-NTB itu, masa jabatan satu periode, dua periode maupun tiga periode atau bahkan tanpa batas waktu juga harus memiliki dasar argumentasi secara ilmiah.
"Jadi bukan didasarkan pada keinginan orang per orang atau kelompok tertentu saja," katanya.
Baca juga: Akademisi: Batas masa jabatan presiden tidak perlu diperdebatkan lagi
Menurut dia, dalam sistem demokrasi diperlukan kaderisasi, sehingga masa jabatan presiden lima tahun untuk dua periode sudah sangat tepat.
Baca juga: Masa jabatan presiden, Surya Paloh: Perlu libatkan publik
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019