"Menurut data yang kami peroleh jumlah penderita HIV/AIDS cukup banyak di Kota Kupang, sayangnya masyarakat kita masih takut atau ngeri berteman atau berdekatan dengan penderita AIDS," kata penanggung jawab Gerakan Peduli HIV/AIDS dari UCB Kupang Petrus K.S Tage kepada Antara di Kupang, Sabtu (30/11).
Baca juga: Jakarta Barat targetkan nol penularan HIV/AIDS pada 2030
Hal ini disampaikan di sela-sela kegiatan kampanye pencegahan HIV/AIDS menyambut peringatan hari HIV/AIDS sedunia yang akan jatuh pada Minggu (1/12) besok.
Menurut dia selama ini stigma soal penderita HIV/AIDS itu sangat tinggi. Hal ini jika dibiarkan terus sudah barang tentu bukan menyelesaikan persoalan tetapi malah menimbulkan masalah baru lagi.
Baca juga: Takdir, harapan dan perjuangan ODHA Dhea
"Jika stigma ini semakin tinggi, persoalan-persoalannya itu akan bertambah. Orang tidak peduli mengakibatkan orang sulit mencari tahu akar masalahnya," tambah dia.
Baca juga: YPI hilangkan stigma ODHA sebagai beban
Stigma menjauh dari penderita HIV/AIDS itu sering terjadi atau dialami oleh kelompok-kelompok seperti salah satunya pekerja seks komersial.
Oleh karena itu kata dia kegiatan kampanye gerakan penduli HIV/AIDS itu bagian dari cara mengajak masyarakat di Kota Kupang untuk tak perlu takut dengan para penderita.
Sebab hal tersebut bagian dari salah satu cara atau upaya penyelesaian masalah yang dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO) yang mana salah satunya adalah mengkampanyekan hal tersebut.
Sampai dengan Oktober 2019 Dinas Kesehatan Kota Kupang menyebutkan bahwa penderita penyakit Human Immunodeficiency Virus-Acquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) di ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur saat ini berjumlah 1.520 orang.
Penyebarannya terdapat di enam kecamatan yakni Oebobo, Maulafa, Kelapa Lima, Kota Raja, Kecamatan Kota Lama serta Kecamatan Alak.
Pantauan Antara sejumlah mahasiswa juga sempat berdialog dengan sejumlah peserta hari bebas kendaraan bermotor di ibu kota provinsi Nusa Tenggara Timur tersebut.
Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019