Saya kira ini strategi yang jitu karena tidak ada usaha yang lebih efektif untuk melakukan perlidungan daripada dengan mengembangkan dan memanfaatkan
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid menyebut perlindungan warisan budaya dunia perlu dikombinasikan dengan aspek perkembangan dan pemanfaatan.
Hal inilah yang melatarbelakangi dikeluarkannya Undang-Undang No.11 Tahun 2010 tentang Pelestarian Cagar Budaya.
“Saya kira ini strategi yang jitu karena tidak ada usaha yang lebih efektif untuk melakukan perlidungan daripada dengan mengembangkan dan memanfaatkan,” kata Hilmar saat menyampaikan pidato kunci pada acara peringatan United Nations Day 2019 di Perpustakaan Nasional RI, Jakarta, Senin.
Sebagai contoh, Candi Borobudur, yang ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada 1991.
Secara fisik, Borobudur adalah bangunan batu yang ramai dikunjungi orang. Namun, jika dilihat lebih dalam dengan melakukan pengembangan informasi, sejatinya Borobudur adalah sebuah perpustakaan raksasa yang berbentuk monumen batu.
Merujuk pada informasi yang terkandung pada relief-relief di dinding Borobudur, masyarakat yang hidup pada masa sekarang dapat mempelajari arsitektur, teknologi yang digunakan untuk membangun candi tersebut, juga nilai-nilai kearifan masyarakat Indonesia 1.200 tahun yang lalu.
Baca juga: Pengembangan wisata Borobodur perlu pertajam koordinasi
Baca juga: Percepatan pengembangan penyangga KSPN Borobudur terkendala lahan
Selain itu, relief Candi Borobudur juga menunjukkan himpunan 48 alat musik yang mengindikasikan bahwa pada masa itu, masyarakat Indonesia telah memiliki budaya musik yang mapan. Sayangnya, masyarakat sekarang terputus dengan tradisi itu, sehingga tidak lagi mengenal bunyi orkestra klasik Borobudur.
“Dan sekarang teman-teman musisi sedang berinisiatif mengumpulkan kembali dan merekonstruksi seluruh orkestra itu dan memainkannya. Kalau semua lancar insya Allah tahun depan kita bisa menghasilkan orkestra Borobudur,” kata Hilmar.
Mengacu pada musik klasik Eropa yang lahir 400 tahun lalu dan telah menghasilkan begitu banyak hal baik di dunia, Hilmar pun meyakini bahwa orkestra Borobudur yang usianya 1.200 tahun juga bisa memberikan kontribusi yang bermanfaat bagi dunia. Sementara untuk aspek pemanfaatan, umumnya situs-situs warisan dunia seperti Borobudur telah menjadi daya tarik kepentingan pariwisata.
Banyak hal yang telah dilakukan pemerintah dan pemangku kepentingan lain di Indonesia untuk memanfaatkan keberadaan Borobudur sebagai salah satu destinasi wisata, namun, ke depannya pemerintah akan lebih berfokus pada pengembangan narasi yang akan relevan untuk menelaah pemanfaatan lain dari candi tersebut, misalnya untuk mendorong perdamaian dan pembangunan berkelanjutan.
“Yang menarik Borobudur ini adalah candi Buddha yang hidup di tengah masyarakat yang mayoritas beragama Islam. Tidak ada simbol yang lebih baik tentang perdamaian dan toleransi daripada itu,” ujar Hilmar.
“Ini yang harusnya kita narasikan terus menerus sehingga Borobudur tidak hanya menjadi situs yang menarik secara visual, tetapi dia juga sangat penting secara kultural,” ia menambahkan.
Baca juga: Mat-matan menyuarakan makna bisikan candi-candi
Baca juga: "Friendship Run" awali Borobudur Marathon 2019
Upaya perlindungan yang dibarengi dengan pengembangan dan pemanfaatan warisan budaya, menurut dia, juga bisa menggeser makna atau pengertian mengenai pembangunan.
“Saya kira monumen-monumen warisan dunia dan cagar budaya pada umumnya selalu mengingatkan kita bahwa ada hal-hal yang lebih penting daripada pembangunan, ada hal-hal yang lebih bermakna daripada sekadar mengejar kemajuan,” tutur Hilmar.
Konsep keseimbangan tersebut, ia melanjutkan, perlu terus-menerus diterapkan dalam pembangunan nasional Indonesia---di tengah tuntutan pemanfaatan sumber daya alam yang seringkali bersinggungan dengan perlindungan situs warisan alam.
Baca juga: Menteri kebudayaan dunia tandatangani deklarasi perlindungan warisan budaya
Baca juga: World Monuments Fund Mengumumkan Perhelatan World Monuments Watch 2014, Sebuah Ajang yang Menyerukan Perlindungan terhadap Warisan Budaya yang Terancam Punah
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
Copyright © ANTARA 2019