"Kita di sini bicarakan stunting saja, karena kesehatan nasional terlalu banyak komponen yang terlibat. Di sini, saya sama pak bupati dan ketua PKK saja, ndak usah jauh-jauh," kata Terawan, dalam acara serah terima aset intervensi kesehatan lingkungan oleh Kementerian Kesehatan di kantor Bupati Lombok Barat, Kamis.
Ia mengatakan sesuai arahan Presiden Joko Widodo, bahwa dua isu kesehatan utama yang harus segera diselesaikan adalah kondisi anak-anak yang memiliki tinggi badan lebih rendah dari standar usianya (stunting), dan jaminan kesehatan nasional (Jamkesnas).
Baca juga: Menkes Terawan minta daerah kedepankan kearifan lokal tekan stunting
Menurut menteri yang pernah lama tinggal di Lombok itu, kurangnya sanitasi dan lingkungan mengakibatkan tingginya sumber penyakit, maka dampaknya adalah stunting.
Stunting sendiri tidak hanya dipicu oleh asupan gizi yang kurang mencukupi. Sanitasi yang baik seperti stop buang air besar sembarangan, cuci tangan pakai sabun, dan pengelolaan air untuk minum dan makan juga memegang peranan penting dalam pencegahan stunting.
Terawan menambahkan sanitasi yang buruk dapat memicu kerusakan dinding usus akibat paparan bakteri. Akibatnya hal itu turut mengganggu penyerapan zat gizi makanan sehingga berdampak pada gangguan tumbuh kembang pada bayi dan balita.
"Pencegahan stunting bisa melalui intervensi yang sensitif seperti, pemberian stimulan, peningkatan sanitasi berkualitas sebagai pemenuhan layanan masyarakat dan pemerintah. Semua ini untuk meningkatkan sumber daya manusia Indonesia Maju 2045," ujarnya.
Baca juga: Menkes minta para Kadinkes perhatikan stunting dan AKI
Sementara itu, Bupati Lombok Barat H Fauzan Khalid menyebutkan, Kabupaten Lombok Barat dipilih pemerintah pusat sebagai daerah percontohan penurunan stunting pada 2017 lalu. Hal itu didasarkan pada angka kasus stunting di daerahnya mencapai lebih dari 49 persen pada 2008. Angka tersebut turun menjadi 39 persen pada 2013, kemudian turun lagi menjadi 36 persen pada 2016, dan pada 2018 masih berada pada angka 33 persen.
"Alhamdulillah berkat intervensi, sekarang (tahun 2019) posisi angka stunting berada pada angka 23,2 persen," ucap Fauzan.
Menurut dia, angka 23,2 persen berada pada angka di atas rata-rata provinsi NTB, bahkan di atas rata-rata nasional. Ini memang dampak dari berbagai macam intervensi yang dilakukan. Intervensi dilakukan diawali dari hulu.
Bahkan sejak awal 2019, dilakukan yang betul-betul hulu, yakni dengan melakukan intervensi di sekolah dasar. Tapi karena keterbatasan kemampuan, hanya dilakukan sebanyak 48 sekolah saja. Intervensi tersebut dalam bentuk pemberian penambah darah dan sarapan bersama setiap minggu.
"Sarapan bersama ini sistemnya murid sendiri yang bawa makanan dari rumah. Cuma kami berikan bimbingan, mana makanan yang memenuhi gizi dan syarat-syarat kesehatan," kata Fauzan.
Baca juga: Menkes Terawan tegaskan stunting dan JKN jadi perhatian di HKN
Baca juga: Menkes sebut Kementerian PUPR-Kemendagri berperan atasi stunting
Pewarta: Awaludin
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019