Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) mendesak aparat penegak hukum di Aceh, baik kepolisian maupun kejaksaan menuntaskan seluruh perkara korupsi yang sedang ditangani."Pada momentum Hari Antikorupsi Internasional 2019. kami menagih komitmen penegak hukum di Aceh menuntaskan perkara korupsi, baik yang masih di penyelidikan maupun penyidikan," kata Askhalani.
Koordinator GeRAK Aceh Askhalani, di Banda Aceh, Senin, menyebutkan ada sejumlah kasus dugaan korupsi yang belum tuntas ditangani, baik di kepolisian maupun kejaksaan.
"Pada momentum Hari Antikorupsi Internasional 2019. kami menagih komitmen penegak hukum di Aceh menuntaskan perkara korupsi, baik yang masih di penyelidikan maupun penyidikan," kata Askhalani.
Baca juga: Stafsus Presiden Jokowi ajak mahasiswa Aceh perangi korupsi
Askhalani menyebutkan berbagai kasus menjadi pekerjaan rumah bagi penegak hukum di Aceh untuk segera dituntaskan, di antaranya dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh tahun anggaran 2017, melalui mekanisme penunjukan langsung (PL).
"Kasus ini telah kami laporkan pada April 2019 dan diterima langsung oleh Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh yang saat itu dijabat Kombes Erwin Zadma," kata Askhalani.
Askhalani menyebutkan kasus dugaan korupsi di dinas tersebut, yaitu terjadi perubahan Dokumen Rencana Kerja Perubahan Anggaran (RKPA) dari Rp137 miliar menjadi Rp157 miliar.
Kemudian, kasus penyaluran beasiswa bantuan pendidikan Pemerintah Aceh tahun 2017 terindikasi korupsi. Hasil temuan Inspektorat Aceh menyebutkan mahasiswa menerima beasiswa berasal dari usulan 24 anggota DPR Aceh dan ada yang mengajukan permohonan secara mandiri.
"Jumlah yang diusulkan dewan dan permohonan mandiri mencapai 938 orang, terdiri 852 usulan dewan, dan 86 secara mandiri. Kasus ini ditangani Polda Aceh," ujar Askhalani.
Baca juga: Majelis hakim tunda sidang korupsi mantan Bupati Simeulue
Sedangkan pekerjaan rumah kejaksaan, yaitu kasus dugaan penyelewengan dana hibah Pemerintah Aceh untuk mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) senilai Rp650 miliar. Perkara ini ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh.
"Penyidik juga telah menyita uang tunai Rp36,2 miliar dari kasus dugaan korupsi pengadaan proyek KJA di Kota Sabang serta barang bukti satu unit kapal pakan ternak, delapan unit keramba dan jaring, peralatan kamera serta aset lainnya," kata Askhalani.
Kemudian, kasus dugaan penggelapan aset rumah dinas Wali Kota Subulussalam periode 2014-2019 yang disinyalir merugikan negara sebesar Rp1,5 miliar lebih.
"Kasus dugaan penggelapan aset ini sudah kami laporkan langsung dan diterima Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Aceh beberapa bulan lalu. Tapi, hingga kini belum ada perkembangannya," kata Askhalani lagi.
Baca juga: Dugaan korupsi Rp45,5 miliar, Kejati Aceh periksa pejabat KKP
Askhalani juga mempertanyakan perihal kasus dugaan korupsi alat kesehatan CT Scan di Rumah Sakit Umum Zainal Abidin (RSUZA) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (ABPA) 2008 senilai Rp39 miliar.
Dalam kasus itu, Kejaksaan Tinggi Aceh sempat menetapkan mantan Direktur RSUDZA Banda Aceh berinisial TM bersama sejumlah nama lainnya sebagai tersangka.
"Dalam kasus ini negara mengalami kerugian senilai Rp15,3 miliar. Tapi, tiba-tiba diusulkan surat penghentian penyidikan. Kami mempertanyakan kasus ini karena penanganannya sudah cukup lama," kata Askhalani.
Pewarta: M.Haris Setiady Agus
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2019