• Beranda
  • Berita
  • BPOM komitmen percepat kemandirian industri obat dan pangan nasional

BPOM komitmen percepat kemandirian industri obat dan pangan nasional

10 Desember 2019 18:54 WIB
BPOM komitmen percepat kemandirian industri obat dan pangan nasional
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny Lukito pada acara Dialog Nasional dengan mengangkat tema "Sinergitas Dalam Hilirisasi Riset Obat, Obat Tradisional dan Pangan untuk Percepatan Perizinan" di Jakarta, Selasa (10/12/2019). (ANTARA/Anom Prihantoro)

Lewat 'clinical trial' bisa menghasilkan obat substitusi terhadap obat kimia impor yang lebih mahal

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Penny Lukito mengatakan BPOM berkomitmen untuk mempercepat kemandirian industri obat, obat tradisional dan pangan di Indonesia.

"BPOM berkomitmen untuk terus menjalankan Instruksi Presiden No 6 Tahun 2016," kata Penny pada acara Dialog Nasional dengan mengangkat tema "Sinergitas Dalam Hilirisasi Riset Obat, Obat Tradisional dan Pangan Untuk Percepatan Perizinan" di Jakarta, Selasa.

Dia mengatakan BPOM juga berupaya meningkatkan daya saing industri obat, obat tradisional dan pangan buatan dalam negeri. Sebagai otoritas obat dan makanan di Indonesia, BPOM melakukan pengawalan sepanjang siklus mata rantai produk.

Baca juga: BPOM sita produk ilegal dari empat gudang di Jakarta

Baca juga: BPOM tangkal peredaran obat dan makanan ilegal melalui KIE


Hal itu, kata dia, tidak dapat dipisahkan karena BPOM merupakan satu kesatuan mencakup pre-market dan post-market dari suatu produk.

Penny mengatakan di antara pelaksanaan Inpres 6/2016 itu, BPOM ikut mendorong agar hasil riset seperti di universitas-universitas dapat menjadi produk terapan yang bermanfaat.

"Agar hasil penelitian tidak hanya di literatur saja tapi menjadi produk yang bermanfaat," katanya.

Ia mengatakan hasil riset yang menjadi produk terapan tentu sangat diharapkan. Misalnya, riset di dunia farmasi jika mampu menelurkan produk tentu dapat menekan harga obat.

"Lewat 'clinical trial' bisa menghasilkan obat substitusi terhadap obat kimia impor yang lebih mahal, karena bahan baku lebih mahal. Ketergantungan masih tinggi. Bagaimana mendapatkan riset menjadi obat fitofarmaka sebagai pengganti," katanya.

Dalam kesempatan itu, Penny menyampaikan kebanggaan adanya produk riset yang sudah berhasil mendapatkan izin edar, yaitu stemcell atau sel punca produksi Pusat Pengembangan Penelitian Stem Cell Universitas Airlangga Surabaya bersama PT Phapros.

Selain itu, kata dia, terdapat Albumin yang berasal dari ikan gabus yang dikembangkan oleh Universitas Hasanudin Makassar bersama PT Royal Medika.

"Terdapat juga produk biologi yang sedang dikembangkan yaitu enoxaparin bersumber domba, trastuzumab dan sejumlah vaksin antara lain MR, Hepatitis B, Tifoid, Rotavirus, Polio. Sedangkan untuk produk fitofarmaka antara lain ekstrak seledri, binahong, daun kelor, daun gambir dan bajakah," katanya.

Baca juga: Kepala BPOM minta warga hati-hati beli obat dan makanan secara daring

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019