"Itu harus kita hormati sebagai sebuah keputusan hukum di negeri yang kita sebut sebagai negara yang berdasarkan kepada hukum," ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik saat dihubungi Antara, Rabu.
Baca juga: MK kabulkan sebagian gugatan syarat mantan napi korupsi dalam Pilkada
MK dalam putusannya mengatakan bahwa mantan narapidana kasus korupsi harus menunggu jeda waktu Iima tahun setelah melewati masa pidana penjara dan mengumumkan mengenai Iatar belakang dirinya jika ingin mencalonkan diri sebagai gubernur, bupati atau wali kota.
Menurut Taufan, putusan MK tersebut mengatur tentang hak politik mantan narapidana, dan bukan mengenai hak asasi manusia yang bersifat absolut.
Baca juga: Komisi II hormati Putusan MK terkait mantan napi korupsi
Sehingga, kata dia, pembatasan, pengurangan, atau penundaan terhadap hak politik seseorang memang dimungkinkan dilakukan sepanjang melalui mekanisme yang benar.
Taufan mengatakan terdapat dua mekanisme yang bisa ditempuh, yaitu melalui perundang-undangan atau putusan pengadilan.
Baca juga: KPK sambut baik putusan MK soal mantan napi korupsi
Dalam hal ini, kata dia, mekanisme yang ditempuh adalah melalui putusan pengadilan Mahkamah Konstitusi, sehingga tidak ada aturan yang dilanggar dalam putusan MK tersebut
"Jadi Komnas HAM menghormati karena tidak ada prosedur yang dilanggar. Hakim konstitusi memiliki otoritas untuk memutuskan apakah hak seseorang atau sekelompok orang itu bisa dibatasi, ditunda atau dikurangi," ujar Taufan.
Baca juga: KPK minta putusan MK terkait napi korupsi dituangkan dalam PKPU
"Dalam hal ini MK sudah membuat keputusan terhadap hak yang itu memang tidak bersifat absolut, karena itu kaidah-kaidah itu sudah dipenuhi. Oleh karena itu, kami mengajak semua pihak siapapun itu hormati putusan Mahkamah Konstitusi," kata dia.
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2019