Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, menilai Indonesia perlu memutuskan akan seperti apa 5G digunakan jika diimplementasikan untuk konsumen, apakah sebagai pengganti WiFi atau untuk data d perangkat mobile.
"Saya pikir keduanya bisa diadopsi," kata Heru, saat ditemui di acara Kumpul Media Huawei di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Jumat.
Pandangan dunia internasional mengenai 5G pun terbagi, ada yang melihat peluang teknologi tersebut sebagai pengganti WiFi, namun, ada juga yang berpendapat 5G merupakan evolusi jaringan, penerus 4G.
Sejumlah negara, antara lain China, Korea Selatan dan Amerika Serikat sudah mengadopsi 5G sebagai jaringan untuk perangkat mobile. Tapi, Heru, melihat penggunaan 5G untuk wireless juga dapat dikembangkan.
"Evolusi 5G secara implementasi lebih mudah dibandingkan menarik kabel serat optik," kata Heru.
Internet broadband dapat digelar dengan menarik kabel serat optik. Tapi, koneksi secara nirkabel tersebut cenderung lebih lambat dibandingkan dengan sambungan kabel serat optik.
Heru meyakini jika teknologi semakin canggih, sambungan wireless bisa menjadi lebih cepat.
Adopsi teknologi 5G di Indonesia saat ini masih terkendala frekuensi, belum dipastikan frekuensi mana yang akan dipakai untuk jaringan tersebut.
Beberapa frekuensi di Indonesia dapat digunakan untuk jaringan 5G, yaitu 3,5GHz, 26GHz dan 28GHz. Spektrum 3,5GHz saat ini masih digunakan oleh satelit.
Sementara milimeter wave 26GHz dan 28GHz memiliki jangkauan yang sempit, hanya dapat untuk digunakan di lingkup kecil misalnya manufaktur.
Baca juga: Ponsel 5G diperkirakan semakin murah dalam tiga tahun
Baca juga: Samsung Galaxy S11e akan dibekali konektivitas 5G
Baca juga: Jaringan 4G masih jadi prioritas di Asia Pasifik pada 2020
Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2019