Tetapi untuk saat ini, mereka meninggalkan Polandia dari komitmen tersebut dan setuju untuk kembali membahas masalah itu Juni tahun depan. Mereka juga membuka pintu bagi Republik Ceko untuk memasukkan nuklir ke dalam energi campurannya pada masa depan.
Para diplomat mengatakan keputusan akhir KTT itu - tercapai 10 jam setelah mereka berkumpul - mengatakan "satu negara anggota", yang berarti Polandia, tidak dapat berkomitmen pada target 2050. Mereka mengatakan Polandia sebelumnya melayangkan gagasan penetapan waktu menjadi 2070.
Baca juga: Inggris tetapkan komitmen raih nol emisi pada 2050
Keputusan itu diambil hanya sehari setelah eksekutif baru blok itu meluncurkan rencana 100 miliar euro (sekitar Rp1.564 triliun) untuk mencapai tingkat emisi gas rumah kaca benar-benar menjadi nol pada pertengahan abad, menyatakannya sebagai "momen kejayaan manusia" yang diwujudkan oleh Uni Eropa.
"Kesepakatan tentang netralitas iklim pada tahun 2050 ... (Dewan Eropa) mencapai kesepakatan mengenai tujuan penting ini," cuit Presiden Dewan Charles Michel, yang memimpin pertemuan puncak 27 pemimpin negara di Brussel. "Tidak ada yang layak didapat dengan mudah ... Tapi kita berhasil!"
Baca juga: PBB: Emisi gas rumah kaca capai rekor baru, dapat bawa efek merusak
KTT dua hari ini adalah yang pertama sejak Ursula von der Leyen dari Jerman menjabat sebagai kepala baru Komisi Eropa. Kegagalan untuk menyepakati kesepakatan netralitas iklim, yang adalah inisiatif terbesarnya, akan menjadi kemunduran bagi kepemimpinan baru.
Menggarisbawahi pertaruhan, para aktivis iklim Greenpeace sebelumnya pada hari itu memanjat gedung Europa yang berpintu kaca --tempat para pemimpin bertemu. Mereka membentangkan spanduk bertuliskan " Darurat Iklim ", menembakkan cahaya-cahaya kilat merah serta membunyikan sirene kebakaran. Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban telah menetapkan sikap menjalang pertemuan. Ia menegaskan bahwa negara-negara yang kurang makmur di Eropa Timur harus mendapatkan jaminan keuangan yang murah hati dan tepat untuk membantu transisi mereka dari bahan bakar fosil.
"Kami tidak bisa membiarkan birokrat Brussel membuat orang-orang miskin dan negara-negara miskin membayar biaya perang melawan perubahan iklim," kata Orban.
Baca juga: Banyak kota AS tak bisa ukur perkembangan buangan gas rumah kaca
'LISTRIK UNTUK MASYARAKAT'
Namun, ganjalan utama adalah Ceko dan Polandia.
Tuntutan Praha bahwa negaranya harus dapat menggunakan dana EU untuk membangun pembangkit listrik tenaga nuklir di tanahnya mendapat tentangan dari Austria, Jerman dan Luksemburg.
Sementara itu, Polandia menginginkan jaminan tegas bahwa investasi iklim EU tidak akan menyingkirkan bantuan pembangunan kelompok negara-negara Eropa itu bagi negara-negara miskin
"Sangat penting untuk mendapatkan kepastian bahwa tidak ada yang akan menghentikan kami soal pembangunan unit tenaga nuklir," Perdana Menteri Ceko Andrej Babis mengatakan kepada wartawan. "Kami harus menyediakan listrik bagi masyarakat, bagi perusahaan, dan untuk pemanas."
Republik Ceko menghasilkan sekitar setengah dari listriknya dari batu bara dan ingin menghapus sebagian besar pemakaian sumber itu selama 20 tahun ke depan, menggantikannya dengan pembangkit listrik tenaga nuklir baru.
Hongaria mengandalkan tenaga nuklir untuk sekitar sepertiga dari kebutuhan energinya, dengan batu bara yang membentuk kurang dari 15% dari bauran energinya. Mereka ingin menghapus batu bara pada tahun 2030 dan menggantinya dengan campuran nuklir, gas, energi terbarukan dan energi hasil impor.''
Baca juga: Kemajuan Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca
Di Polandia sekitar 80% daya dihasilkan dari batu bara dan diskusi tentang memperkenalkan energi nuklir belum diselesaikan, sebagian karena biaya tinggi.
Diskusi iklim menambah perdebatan rumit lainnya, yaitu mengenai anggaran jangka panjang EU berikutnya untuk 2021-2027.
Soal anggaran itu, tidak ada kesepakatan yang dicapai selama diskusi singkat dalam pertemuan puncak, yang menghadapkan kubu yang ingin hemat dengan kubu yang ingin mengeluarkan biaya lebih besar.
"Beberapa orang ingin membayar lebih sedikit, beberapa orang ingin mendapatkan lebih banyak, yang lain untuk melakukan hal-hal baru," kata Perdana Menteri Luksemburg Xavier Bettel.
"Saya bukan ahli matematika tetapi ini, saya pikir, tidak akan mudah dipahami."
Sumber: Reuters
Aksi Turunkan Emisi Gas Rumah Kaca
Pewarta: Maria D Andriana
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2019