Sidang senat yang digelar di Kebun Plasma Nutfah Kepala Kopyor, Science Tecno Park, Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu, dipimpin Rektor UMP Dr. Anjar Nugroho.
Saat memberi sambutan, Rektor mengatakan Prof. Sisunanda merupakan guru besar ketujuh di UMP dan ditargetkan sebanyak tiga guru besar baru yang dikukuhkan pada tahun 2020 karena Perguruan Tinggi Muhammadiyah itu memiliki 18 orang calon profesor.
"Pengukuhan kali ini sangat unik. Ini ide murni dari Prof. D.Y.P. (Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi/LLDikti Wilayah VI Jateng Prof. Dwi Yuwono Puji Sugiharto, red.), pengukuhannya di kebun kelapa," katanya.
Selain unik dan menyentuh, kata dia, dengan pengukuhan guru besar di kebun kelapa, anggota Senat UMP dan tamu undangan didekatkan dengan keilmuan dan karya dari Prof. Sisunandar.
Dalam hal ini, Prof. Sisunandar meneliti dan mengembangkan kelapa kopyor melalui kultur jaringan sehingga seluruh buahnya kopyor.
Lebih lanjut, Rektor mengatakan kebun plasma nutfah kelapa kopyor milik UMP yang dibangun di areal seluas 5 hektare tersebut memiliki berbagai macam varietas kelapa yang akan dikembangkan.
“Insya Allah ini yang paling lengkap jenis-jenis kelapa dari berbagai daerah. Dan Insya Allah ini adalah representasi jenis kelapa yang ada di Indonesia yang dikopyorkan oleh Prof. Sisunandar," katanya.
Baca juga: Dosen UMP gunakan teknologi kultur jaringan kembangkan kelapa kopyor
Baca juga: Anggota DPR minta kelapa kopyor dipatenkan
Sementara itu, Kepala LLDikti Wilayah VI Prof. D.Y.P. Sugiharto mengatakan saat peletakan batu pertama pembangunan gedung Pusat Studi Kelapa UMP, hati peneliti kelapa kopyor, yakni Sisunandar sedang gundah.
"Saat itu, sang penemu kelapa kopyor, hatinya sedang gundah. Usulan profesor sejak tahun 2017 sudah ditolak yang ketiga kali, sehingga (dia berfikiran) lebih baik melanjutkan pembuatan kebun. Maka waktu itu, kita berikrar bersama, usulkan sekali lagi, dan kalau nanti SK-nya (Surat Keputusan) turun, pengukuhannya di kebun ini," katanya.
Ia mengatakan ternyata doa tersebut dikabulkan dan pengukuhan di kebun kelapa dapat terwujud meskipun harus membuat tenda yang tidak mudah.
Saat membacakan pidato pengukuhan yang berjudul "Kultur Jaringan Tumbuhan Untuk Konservasi dan Produksi Benih Unggul Tanaman Perkebunan: Dari Laboratorium Ke Industri", Prof. Sisunandar mengatakan Indonesia dianugerahi oleh Allah SWT dengan keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia setelah Brasil.
"Seperti yang telah lama kita ketahui, kekayaan keanekaragaman hayati merupakan salah satu modal utama untuk meningkatkan kualitas peternakan, perikanan dan pertanian kita," katanya.
Akan tetapi, kata dia, salah satu contoh paradoks yang terjadi di Indonesia pada saat ini adalah kondisi pertanian kelapa.
Menurut dia, Indonesia dikenal sebagai negara dengan keragaman genetika kelapa paling tinggi di dunia.
"Pada tahun 2012, lebih dari seperempat kultivar kelapa di dunia ada di Indonesia. 105 kultivar dari 419 kultivar yang ada di dunia dimiliki Indonesia," katanya.
Bahkan sampai saat ini, kata dia, Indonesia diperkirakan masih memiliki sekitar 400 kultivar yang belum terindentifikasi, masih berada di pekarangan para petani, ataupun masih berada di remote area.
Menurut dia, kekayaan keragaman genetika kelapa yang sangat tinggi tersebut memberi kesempatan yang luar biasa besar bagi para peneliti di Indonesia untuk mengembangkan kultivar kelapa baru, hibrida kelapa baru, ataupun kelapa dengan ciri khas baru yang menguntungkan tanpa perlu bersusah payah untuk mencari maupun mendapatkan kultivar baru dari negara lain.
"Salah satu anugerah Allah Yang Maha Pemberi kepada petani kelapa di Indonesia adalah kelapa kopyor. Kelapa kopyor adalah kelapa hasil mutasi alami yang memiliki daging buah hancur dan lembut. Daging buah yang lembut tersebut banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan industri," kata Sisunandar.
Namun demikian, kata dia, kendala yang dihadapi oleh para petani untuk membudidayakan kelapa kopyor adalah masalah benih.
Menurut dia, hal itu disebabkan buah kopyor tidak dapat dikecambahkan secara alami karena daging buahnya yang lembut sehingga tidak mampu menopang embrio kelapa yang ada di dalamnya untuk tumbuh.
"Petani kelapa kopyor yang ada saat ini hanya dapat mengecambahkan buah kelapa normal yang ditemukan pada tandan kelapa yang sama yang memiliki buah kopyor. Akibatnya, jumlah butir buah kopyor yang dihasilkan dengan model budi daya secara alami tersebut relatif rendah," katanya.
"Kondisi seperti inilah dibutuhkan riset, pengembangan, dan inovasi oleh para peneliti di Indonesia khususnya dalam bidang biologi dan pertanian dan lebih khusus lagi dalam bidang kultur jaringan tumbuhan. Kultur jaringan tumbuhan merupakan metode menumbuhkan bagian suatu tanaman pada lingkungan yang steril," katanya.
Menurut dia, teknik tersebut telah banyak diaplikasikan untuk memperbanyak tanaman unggul secara cepat, melakukan konservasi suatu tanaman, memperbaiki kualitas suatu tanaman, ataupun menumbuhkan bagian tanaman yang tidak bisa diperbanyak secara alami.
Ia mengatakan pada kasus kelapa kopyor tersebut, kultur jaringan tumbuhan dapat digunakan untuk menumbuhkan embrio kelapa kopyor yang tidak dapat tumbuh secara alami.
"Upaya penelitian tersebut telah saya lakukan sejak tahun 2008. Akhirnya pada tahun 2012, Allah mengizinkan kami menumbuhkan embrio kelapa kopyor di dalam medium kultur jaringan tumbuhan dan memulai produksi benih skala industri," katanya.
Menurut dia, penelitian yang membuahkan hasil itu tidak lepas dari diskusi, saran, dan bantuan mentor Prof. Alain Rival dari pusat penelitian pertanian Perancis (CIRAD) dan bimbingan Prof. Steve Adkins dari University of Queensland Australia.
"Juga bantuan kolega-kolega saya dari Program Studi Pendidikan Biologi UMP seperti Mbak Alkhikmah, S.Si, Bapak Drs. Arief Husin, M.Si., Bapak Teguh Julianto, S.Pd., M.Si., maupun mas Warno," katanya.
Sidang senat terbuka UMP tersebut juga dihadiri Wakil Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Pengurus Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. H. Chairil Anwar, Bupati Banyumas Ir H Achmad Husein, serta Senat Kehormatan Prof. Alain Rival (Direktur CIRAD Prancis).*
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019