"Bunga sudah rendah, LTV (loan to value) juga sudah rendah, semua sudah diberikan kemudahan. Tinggal bank-bank, pada 2020, ayo sama-sama memberikan kredit bagi UMKM dan pengusaha," kata Trisno Nugroho saat menyampaikan pidatonya pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia bertajuk Sinergi, Transformasi dan Inovasi Menuju Indonesia Maju itu, di Denpasar, Senin.
Menurut Trisno, kalangan perbankan tidak perlu "wait and see" lagi dalam menyalurkan kredit bagi UMKM, yang terpenting justru diperlukan akselerasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Bali.
Baca juga: Menko Airlangga sebut akses layanan keuangan daerah masih timpang
Apalagi, hal ini didukung kondisi stabilitas sistem keuangan di Bali hingga triwulan IV (Oktober) 2019 yang masih terjaga, yang tercermin dari NPL yang rendah dan menunjukkan penurunan, serta likuiditas yang memadai.
"Kita patut bersyukur, di tengah ekonomi global yang tidak kondusif, kinerja dan prospek ekonomi Indonesia cukup baik. Stabilitas terjaga, perekonomian tetap berdaya tahan, meskipun sedikit melambat sejalan melemahnya perekonomian global," ucapnya pada acara yang dihadiri para pemangku kepentingan di bidang ekonomi di Bali itu, Forkompimda Bali serta anggota Komisi XI DPR RI I Gusti Agung Rai Wirajaya itu.
Selain itu, dari sisi stabilitas harga nasional, inflasi pada tahun 2019 tetap terkendali sesuai sasaran 3,5+1 persen, dan karenanya mendukung daya beli masyarakat.
Baca juga: Presiden arahkan pengembangan UMKM secara terpadu
"Inflasi yang rendah, terkendali, dan stabil merupakan syarat bagi terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Pada tahun 2020, inflasi diperkirakan juga akan tetap terjaga dalam kisaran sasaran yang ditetapkan lebih rendah, yaitu 3,0±1 persen," ucapnya.
Sementara itu, lanjut Trisno, jika dilihat kinerja pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali hingga akhir 2019 pun diperkirakan masih tetap tumbuh kuat. Hal tersebut tercermin dari kinerja pertumbuhan ekonomi yang "resilient", dan berada di atas pencapaian ekonomi nasional, di tengah kondisi ekonomi global yang masih menghadapi tekanan.
"Ekonomi Bali yang sangat bergantung dengan faktor eksternal berupa ekspor jasa dan barang, masih dapat tetap tumbuh tinggi pada tahun 2019 yang diperkirakan sebesar 5,40-5,80 persen (yoy) dan diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi di tahun 2020 dalam kisaran 5,70-6,10 persen (yoy).
Pertumbuhan ekonomi Bali terutama ditopang oleh kegiatan konsumsi yang kemudian dapat menopang kinerja ekonomi Bali, di tengah menurunnya kinerja ekspor dan melambatnya kinerja investasi. Kegiatan Pemilu dan stimulus fiskal juga mendorong tetap tingginya konsumsi Rumah Tangga, konsumsi Lembaga Non-Profit Rumah Tangga (LNPRT), dan konsumsi Pemerintah pada tahun 2019.
"Masih kuatnya kinerja konsumsi di Bali tidak terlepas dari terjaganya daya beli masyarakat, didukung oleh terkendalinya inflasi di Bali. Koordinasi, sinergi, dan komitmen menjaga inflasi di antara institusi yang terkait yaitu TPID pada tingkat provinsi dan TPID pada sembilan kabupaten/kota menjadi kunci keberhasilan menjaga inflasi di 2019, termasuk dengan strategi 4K, yaitu keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi ekspektasi.
Di sisi lain, Trisno mendorong pemerintah di enam kabupaten di Bali (di luar Badung, Gianyar dan Kota Denpasar) agar mampu menguasai perdagangan antardaerah di Pulau Bali dari sektor pertanian, perikanan dan perkebunan. Sedangkan Kabupaten Badung, Gianyar dan Kota Denpasar selama ini sudah fokus pada sektor pariwisata.
"Selama ini Bali masih banyak 'mengimpor' dari daerah tetangga seperti Jawa Timur, padahal kita di sini memiliki potensi dan kebutuhannya besar. Wisatawan mancanegara saja 6,2 juta jiwa dan penduduk Bali sendiri 4,2 juta jiwa, belum lagi kunjungan wisatawan domestik," ucapnya.
Sementara itu, Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati mengatakan perekonomian Bali sampai saat ini memiliki ketergantungan yang relatif tinggi pada tiga sektor unggulan, yaitu sektor primer, sekunder dan tersier termasuk didalamnya adalah pariwisata.
"Ke depan, pembangunan pariwisata Bali akan menghadapi tantangan yang semakin tidak ringan," ucap Wagub Bali yang akrab dipanggil Cok Ace itu.
Menurut dia, perekonomian global yang belum pasti di 2019 telah berdampak pada perekonomian Indonesia. Selain itu, pertumbuhan ekonomi dunia yang menurun drastis pada tahun 2019 dan kemungkinan belum akan pulih pada tahun 2020, berdampak pada perekonomian Indonesia tahun depan.
Di sisi lain, Cok Ace juga menyoroti perkembangan teknologi digital yang telah banyak mengubah perilaku manusia seiring dengan semakin besarnya populasi milenial.
"Konsumen menuntut produk yang murah, cepat dan sesuai selera, sehingga perlu perubahan modal bisnis, dan 'upgrading skill' tenaga kerja. Sinergi, transformasi, dan inovasi adalah tiga kata kunci untuk memperkuat ketahanan dan pertumbuhan menuju Indonesia maju.
Indonesia juga harus mampu membangun sistem keuangan digital, sehingga dapat beradaptasi dengan perkembangan keuangan yang serba digital," ucapnya yang juga Ketua PHRI Bali itu.
Meskipun perilaku digital masyarakat Bali menunjukkan tren yang meningkat, namun kata Cok Ace, infrastruktur telekomunikasi di Bali belum terbangun secara merata.
Pembangunan infrastruktur yang masif hanya terlihat di Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, sedangkan kabupaten lain infrastruktur telekomunikasi yang ada masih jauh dari memadai. Akibatnya, kesenjangan digital sangat nyata terjadi di Bali.
"Oleh karenanya, melalui visi 'Nangun Sat Kerthi Loka Bali' Pemerintah Provinsi Bali sudah memprogramkan pengadaan Wifi gratis di seluruh Bali, dengan harapan agar masyarakat Bali tidak gagap teknologi serta mampu memanfaatkan peluang-peluang yang terjadi," ujarnya.
Pemerintah, lanjut Cok Ace, dipandang perlu untuk terus menelurkan regulasi yang sejalan dengan perkembangan yang terjadi. Hal ini penting untuk mengatur berbagai aspek yang terkait, mulai dari soal ketenagakerjaan, pemasaran produk, hingga soal keamanan konsumen.
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019