"Ya, kita berdiskusi saja, banyak tadi yang didiskusikan. Kita berdiskusi sebuah buku yang diterbitkan PP Muhammadiyah namanya negara Pancasila sebagai Darul Ahdi wa Syahadah," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin.
Baca juga: Megawati: Pancasila harus selalu ada di sanubari
Baca juga: Akademisi: Berpotensi dipecah-belah, Indonesia harus perkuat Pancasila
Baca juga: Intoleransi di masyarakat, BPIP: Mari kembali ke akal sehat
Intinya, kata dia, menyatakan bahwa negara Pancasila itu adalah negara kesepakatan negara perjanjian yang namanya sama dengan yang dibangun oleh Nabi Muhammad SAW dulu terbuka terhadap semua perbedaan dan melindungi semua golongan.
"Sehingga negara Pancasila sebagai pilihan bangsa Indonesia yang di dalamnya banyak tokoh-tokoh Islam itu sudah final bagi teman-teman Muhammadiyah seperti halnya final bagi seluruh bangsa Indonesia secara ijma sukuti. Ijma sukuti dalam agama itu seluruhnya setuju tapi diam nggak ngomong cuma setuju aja. Nah, ijma sukuti di Indonesia itu selesai tentang negara Pancasila sebagai Darul Ahdi wa Syahadah," jelas Mahfud.
Kemenko Polhukam pun akan mendukung Muhammadiyah untuk kegiatan-kegiatan pengembangan studi fikih berkaitan keislaman, fikih tata negara, demokrasi, hak asasi, dan lainnya.
Sementara itu, perwakilan APHTN Muhammadiyah Aidul Fitriciada Azhari mengatakan buku tersebut merupakan hasil muktamar Muhammadiyah di Makassar.
Buku itu dibahas bersama Mahfud karena persoalan Pancasila terus mengemuka.
"Umat Islam itu harus menerima Pancasila sebagai perjanjian yang sudah selesai dan di atas perjanjian itulah umat Islam sudah harus memberikan kesaksian bahwa negara yang dibangun ini adalah negara yang memang harus dimakmurkan," tuturnya.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019