"Ketika tidak bisa hadirkan NA dan draf setelah satu tahun, harus dicoret. Prolegnas bisa dievaluasi, UU KPK saja bisa keluar dari Prolegnas," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa.
Dia menjelaskan jumlah Prolegnas 2020-2024 sebanyak 248 RUU dan Prolegnas prioritas 2020 sebanyak 50 RUU, itu menjadi tantangan bagi DPR dan pemerintah untuk bisa memenuhinya.
Arsul mengatakan dirinya sebagai anggota DPR juga punya kekhawatiran karena di satu sisi ingin akomodasi masyarakat namun di sisi lain jangan seperti periode lalu banyak RUU yang tidak diselesaikan.
"Semangat cuma mencantumkan usulan RUU dalam prolegnas tapi tidak disertai dengan fokus kerja yang lebih serius. Seharusnya lebih mengalokasikan banyak waktu untuk kerja-kerja legislasi di DPR sehingga produktivitas kita memenuhi harapan masyarakat," ujarnya.
Dia mengusulkan semua RUU yang masuk Prolegnas harus ada NA dan naskahnya, menandakan pengusul ada keseriusan dalam mengajukan RUU tersebut.
Menurut dia, kalau tidak ada NA dan draf RUU maka harus dikeluarkan dari Prolegnas prioritas sehingga bisa diminta pertanggungjawabannya karena Prolegnas itu merupakan kontrak kerja antara DPR dengan masyarakat.
"Kalau tidak siap, ya harus ditinjau ulang, akui saja. Selama ini ada kesalahan berpikir bahwa sesuatu yang tidak ada UU tidak bisa jalan karena tidak ada dasar hukumnya, kan bisa PP dan Perpres," katanya.
Baca juga: Puan: DPR-Pemerintah perlu 'refocusing' prioritas Prolegnas
Baca juga: DPR setujui Prolegnas 2020-2024
Baca juga: Baleg setujui 50 RUU masuk Prolegnas 2020
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019