"Buat industri baja lokal itu mampu bersaing dengan yang dibawa dari luar negeri, termasuk non-tariff barrier (hambatan nontarif)," kata Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Hanteru Sitorus dalam rilis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Menurut politisi PDIP itu, hal lainnya adalah merelaksasi berbagai regulasi dan aturan yang ada sehingga menunjang kinerja perusahaan penghasil baja untuk berkompetisi dengan berbagai produk baja impor.
Baca juga: Kementerian BUMN - KS bahas usulan penyehatan industri baja nasional
Untuk itu, ujar dia, juga perlu dilihat pula mengenai apa saja inefisiensi yang terdapat dalam perusahaan penghasil baja di dalam negeri.
Di tempat terpisah, Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian Harjanto menyebutkan bahwa kualitas dan harga menjadi alasan industri hilir baja dalam negeri lebih memilih produk impor ketimbang baja dalam negeri.
"Pertama harga, kemudian kualitas. Ada beberapa hal yang masih menjadi catatan dan itu perlu proses, tidak semudah membalikkan telapak tangan," kata Harjanto ditemui usai menyampaikan Kuliah Umum tentang Baja Lokal vs Baja Impor di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Pemerintah siapkan proteksi dampak bea masuk baja
Harjanto menyampaikan, terdapat dua jenis baja yang digunakan di Indonesia, yakni baja untuk kebutuhan konstruksi dan baja untuk teknik atau engineering.
Menurut Harjanto, jenis baja untuk kebutuhan teknik yang banyak digunakan untuk industri otomotif hingga elektronika, merupakan jenis yang lebih banyak diimpor ketimbang baja konstruksi.
"Alasannya memang di dalam negeri tidak ada. Ada juga yang memang sudah ada, namun spesifikasinya belum memenuhi. Sehingga harus diimpor, karena skala ekonominya juga menjadi pertimbangan," ujar Harjanto.
Untuk itu, lanjut dia, Kemenperin tengah mengembangkan sebuah jaringan bernama Sistem Baja Nasional (SIBANA) yang akan mengakomodir berbagai jenis baja yang sudah dapat diproduksi di dalam negeri dan yang belum tersedia.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019