"Sehingga opsi satu, kami mohon agar ada perjuangan politik agar rakyat kita bisa kita layani lebih cepat," kata Gubernur Emil saat menerima kunjungan kerja Komisi II DPR RI di Gedung Sate, Kota Bandung, Kamis.
Dia mengatakan dengan penduduk nyaris 50 juta jiwa maka 27 pemerintah daerah kabupaten/kota tidak dapat memberikan pelayanan publik secara optimal.
Emil mencontohkan Kabupaten Bogor yang berpenduduk sekira 5-6 juta, tapi hanya dipimpin oleh satu Bupati.
Sedangkan, salah satu provinsi di Indonesia yang berpenduduk kurang dari lima juta jiwa dipimpin oleh satu gubernur dan 17 pemerintah daerah kabupaten/kota.
“Yang sudah siap (DOB) sudah banyak, kalau pakai rasio di Jawa Timur, harusnya di Jawa Barat itu 40 daerah. Saya dengar dari pusat, (DOB) banyak yang gagal. Tapi, saya bilang definisi yang kurang berhasil itu di luar Jawa karena SDM (Sumber Daya Manusia), dan lain-lain. Tapi, di Jawa Barat ini secara SDM sangat siap,” kata Emil.
“Kami buktikan (Kabupaten) Banjar dan (Kabupaten) Pangandaran. Ini adalah DOB baru yang selalu mendapat penghargaan. Itu menandakan dua DOB kami yang namanya Pangandaran dan Banjar adalah wajah keberhasilan dari pemekaran wilayah. Bahkan Pangandaran saya laporkan tingkat penganggurannya terendah seluruh Jawa Barat.” kata dia.
Apabila pemekaran tingkat dua tidak dapat dilakukan, pemekaran desa dapat menjadi solusi selanjutnya.
Gubernur Emil meminta desa-desa di Jabar yang wilayahnya luas dan penduduknya banyak agar dapat dimekarkan.
“Jika daerah tingkat duanya tidak bisa, mohon desa-desa kami juga karena jaraknya besar-besar, penduduknya banyak, bisa dimekarkan, sehingga kesejahteraan dan pelayanan bisa lebih dekat,” katanya.
Solusi yang terakhir adalah keadilan fiskal dan hal itu berkaitan dengan kebijakan anggaran Pemerintah Pusat, yang mana besaran Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk daerah ditentukan oleh jumlah daerah, bukan jumlah penduduk.
“Jadi, penduduk kami lebih banyak tapi dukungan dari pusat kita bisa gapnya Rp15 triliun lebih sedikit. Jadi, satu orang di Jawa Timur itu dibiayai Rp1 juta per kapita per orang oleh pusat, warga Jawa Barat hanya Rp600 ribu,” kata Emil.
Dia mengatakan kalau memang tidak bisa DOB dimekarkan, dia meminta agar dibuat sebuah keadilan politik keuangan di mana berbanding lurusnya jangan dengan jumlah daerah, tapi dengan jumlah penduduk.
“Jadi, saya kira tiga harapan itu bisa membawa perubahan signifikan terhadap Jawa Barat,” katanya.
Komisi II DPR RI yang diketuai Saan Mustofa akan menyampaikan usulan DOB Jabar ke Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Nanti kita akan sampaikan, karena banyak sekali (usulan DOB). Komisi II hampir tiap hari menerima aspirasi terhadap DOB. Tapi kebanyakan dari timur, dari Jawa Barat sendiri belum pernah ada yang datang terkait dengan DOB,” kata Saan.
Saan pun mengatakan, pihaknya akan berdiskusi dengan Kemendagri untuk membuka moratorium. Selain itu, dia bakal mendorong supaya DOB dapat direalisasikan.
“Kami akan mendiskusikan dengan Kemendagri untuk membuka moratorium, tapi moratorium yang terbatas. Dibukanya terbatas untuk daerah-daerah yang sangat penting dan memang objektifnya sangat membutuhkan DOB,” ucapnya.
“Kalau moratoriumnya disepakati untuk dibuka kembali, baru kita akan bicara masuk dari Jawa Barat itu kira-kira dari yang dimasukan mana dulu yang diprioritaskan untuk dilakukan DOB," lanjut dia.
Saan mengatakan Komisi II DPR RI akan berusaha mendorong semaksimal mungkin agar DOB ini bisa diwujudkan di Jabar.
Baca juga: Anggota DPD: Jika DOB Papua dibuka, moratorium harus dicabut
Baca juga: Fraksi Partai Gerindra DPR dorong cabut moratorium DOB Bogor Barat
Baca juga: DPRD mendorong segera terbentuknya DOB Cianjur Selatan
Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019