"Untuk asesmen kompetensi minimum ini akan ada standarnya yakni standar nasional yang kita buat. Jadi ada tolok ukur nasional, namun yang diukur bukan siswanya tetapi sekolahnya," ujar Nadiem dalam temu media di Jakarta, Senin.
Jika dari asesmen itu hasilnya banyak siswa yang tidak tercapai kompetensi minimumnya, maka sekolah itu perlu ditolong agar menghasilkan proses pembelajaran yang lebih baik lagi.
Baca juga: Mendikbud katakan tidak ada lagi miniatur UN di sekolah
Baca juga: Mendikbud tekankan pentingnya kualitas interaksi guru-murid di PAUD
Untuk asesmennya sendiri, tetap menggunakan komputer. Dengan demikian, menurut dia, ada kesalahan persepsi jika pelaksanaan asesmen itu bisa menghemat anggaran.
"Kami belum tahu apakah pelaksanaan asesmen ini akan mengurangi anggaran atau tidak, karena prosesnya sama dengan Ujian Nasional (UN). Anak-anak tetap dibawa ke depan komputer," kata dia.
Baca juga: Billy Mambrasar bantu Mas Menteri tingkatkan akses pendidikan
Baca juga: Mendikbud lantik sesjen dan pejabat tinggi lainnya
Melalui asesmen yang dilakukan oleh siswa, mencerminkan kualitas pembelajaran di sekolah itu. Dalam asesmen tersebut, yang diuji adalah kemampuan literasi dan numerasi siswa. Mulai 2021, pelaksanaan UN akan diganti formatnya dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Hal itu merupakan salah satu poin dari empat poin konsep pendidikan "Merdeka Belajar" yang diusung oleh Mendikbud Nadiem Makarim.
Tiga poin lainnya yakni Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) hanya satu lembar, penyerahan wewenang pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), dan kuota jalur zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) baru dilonggarkan dari 15 persen menjadi 30 persen.
Baca juga: Hoaks, Mendikbud Nadiem resmi hapus Ujian Nasional mulai 2021
Baca juga: Mendikbud Nadiem hapus Ujian Nasional mulai 2021, benarkah?
Pewarta: Indriani
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019