Willy menegaskan bahwa dalam kasus-kasus hukum yang dihadapi WNI di luar negeri memang pemerintah harus lebih berhati-hati.
"Penghormatan terhadap kedaulatan hukum negara lain perlu menjadi pertimbangan, apalagi negara-negara yang belum memiliki perjanjian kerja sama bilateral dengan Indonesia," kata Willy dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Dia menilai membebaskan WNI dari tuntutan hukum di luar negeri memang "tricky" sehingga perlu cermat melihat budaya hukum negara yang bersangkutan sambil tetap menghormati kedaulatan negara tersebut.
Menurut dia, untuk negara-negara yang memiliki perjanjian kerja sama dengan Indonesia, tidak bisa semena-mena, apalagi berhubungan dengan negara yang tidak memiliki perjanjian dengan Indonesia.
"Namun demikian langkah pemerintah untuk membebaskan WNI dari tuntutan hukum di luar negeri masih perlu diperbaiki. Utamanya menurut dia adalah soal kewenangan dan koordinasi," ujarnya.
Dia menilai batas tanggung jawab dan kewenangan sering kali menjadi masalah kecepatan dan ketepatan bergerak ketika melakukan upaya pembebasan WNI dari jeratan hukuman mati.
Hal itu menurut dia menjadi catatan tersendiri yang muncul pada IHPS I Tahun 2018 sehingga kita perlu periksa lagi apakah sudah ada langkah perbaikan yang nyata atau belum.
Willy menilai WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri harus dilihat dalam bingkai yang lebih komprehensif sehingga perlu perbaikan terhadap kondisi tersebut juga dilakukan di bagian hulu.
"Untuk sampai ke luar negeri itu pencatatan sudah dimulai dari desa/kelurahan, kota, provinsi dan seterusnya. TKI non-documented pun sebenarnya bisa terlacak jika pendataan penduduk sudah benar
dan dengan pendekatan yang lebih partisipatif melibatkan masyarakat," katanya.
Dia menilai untuk tindakan preventif, perlu perbaikan juga di sisi dalam negeri sehingga langkah pemerintah dalam kasus WNI yang terjerat hukum di luar negeri tidak seperti memadamkan kebakaran.
Willy berharap pemerintah secara serius memperhatikan potensi-potensi yang dapat membuat WNI terjerat kasus hukum hingga hukuman mati di luar negeri.
Menurut dia, pasca-pembebasan Siti Aisyah yang terancam hukuman mati karena dituduh membunuh Kim Jong Nam di Malaysia, Maret 2019, masih ada sekitar 165 WNI yang menghadapi tuntutan mati di berbagai negara.
"Kasus Siti Aisyah yang menjadi sorotan karena melibatkan keluarga politisi tinggi negara Korea misalnya ternyata pemerintah mampu membebaskan. Kita harus meyakini pemerintah juga mampu berupaya maksimal untuk pembebasan hukuman mati WNI lainnya," katanya.
Dia menegaskan bahwa DPR akan berusaha sama keras dengan pemerintah, untuk memberi dukungan yang diperlukan dalam langkah membebaskan WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri.
Baca juga: Anggota DPR apresiasi langkah pemerintah bebaskan WNI
Baca juga: Sepanjang 2000-2019, 39 WNI diculik Kelompok Abu Sayyaf di Sabah
Baca juga: WNI disandera Abu Sayyaf, Mahfud: Perkembangannya positif
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019