• Beranda
  • Berita
  • Peneliti LIPI: Permasalahan Indonesia bukan radikalisme

Peneliti LIPI: Permasalahan Indonesia bukan radikalisme

29 Desember 2019 19:49 WIB
Peneliti LIPI: Permasalahan Indonesia bukan radikalisme
Peneliti LIPI Prof Siti Zuhro (Zuhdiar Laeis)
Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan permasalahan Indonesia bukan radikalisme.

Ia menekankan pokok persoalan terjadinya gejolak yang terjadi belakangan ini adalah persoalan ketimpangan sosial akibat stagnasi perekonomian global yang serius.

"Pada intinya, kita mengalami ketimpangan sosial ekonomi yang sangat serius. Permasalahan di Indonesia bukan radikalisme," ujar Siti Zuhro saat mengisi acara Outlook Ekonomi Politik Indonesia 2020 di kawasan Menteng Jakarta, Minggu.

Ia menambahkan kalau tidak ada perubahan yang fundamental, dimana pemerintah melakukan terobosan-terobosan yang luar biasa, stagnasi akan terus terjadi.

"Ke depan akan suram (gloomy), kita harus mengatakan itu terutama kalau berkaitan dengan politik," ujar Siti.

Baca juga: Pengamat: Tangkal radikalisme dengan Bela Negara era milenial

Siti melihat ada ketidakadilan ekonomi yang dirasakan oleh penduduk Indonesia, dimana angka kemiskinan dan pengangguran masih signifikan.

"Tidak jauh dari Ibu Kota Negara ini (Jakarta), yaitu di Provinsi Banten. Penganggurannya paling tinggi. Pastinya kemiskinan demikian juga," kata dia.

Oleh karena itu, ke depan yang harus dipikirkan pemerintah adalah bagaimana mengentaskan kemiskinan itu supaya disharmoni di tengah masyarakat juga terobati.

Sebaliknya, menurut dia, konsep politisasi radikalisme dan politik identitas harus dihilangkan agar arah permasalahan yang sebenarnya tidak menjadi kabur.

"(Masyarakat) kita tidak mau dibawa ke alam politisasi radikalisme dan politik identitas. Sebab pemilu sudah usai dan pak Joko Widodo (Jokowi) sudah mengatakan itu," ujar Siti.

Presiden pernah berujar jika fokus pembangunan ke depan adalah bagaimana meningkatkan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) dan investasi.

Siti menilai berarti pemerintah sedang membangun kebijakan ke arah domestik agar wajah Indonesia cantik terlihat ke luar negeri.

"Berarti kita melihat dulu ke (sektor) domestik. Supaya wajah kita cantik ke luar negeri, politik luar negeri, karena semua keputusan kebijakan itu kan sebetulnya keputusan politik," kata dia.

Oleh karena itu sebetulnya politisasi radikalisme dan politik identitas menimbulkan pertanyaan mendasar apakah itu relevan dengan keputusan politik yang dicanangkan pemerintah tadi.

Baca juga: BNPT: Cegah penyebaran radikalisme, perketat 'screening' ASN

Baca juga: Wapres Ma'ruf: UIN harus bisa redam penyebarluasan paham radikal

 

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019