• Beranda
  • Berita
  • Gonjang-ganjing di bisnis fesyen global sepanjang 2019

Gonjang-ganjing di bisnis fesyen global sepanjang 2019

30 Desember 2019 13:35 WIB
Gonjang-ganjing di bisnis fesyen global sepanjang 2019
Salah satu pagelaran busana dari rumah mode Zac Posen. (Shutterstock)
Tingginya persaingan di dunia fesyen, mengharuskan desainer dan perusahaan fesyen ritel, untuk membuat inovasi yang mampu menarik minat investor serta pembeli. Kendati demikian, sirkulasi dunia fesyen yang terus berputar tidak diimbangi dengan berkembangnya inovasi serta kreatifitas sejumlah desainer, sehingga mereka kalah dengan merek-merek baru yang bermunculan.

Baca juga: Scrunchie, ikat rambut cepol ala 90-an yang kembali populer

Akibatnya sejumlah merek dan desainer terpaksa menutup toko, label, bahkan dinyatakan bankrut karena kesulitan untuk mendapatkan investor serta pembeli.

Berikut adalah tujuh merek fesyen ritel dan rumah mode yang banyak menutup toko, bahkan ada yang dinyatakan bangkrut pada 2019.

1. Forever 21
Merek pakaian yang didirikan oleh Do Won Chang dan Jin Sook Chang di Los Angeles pada 1984 itu, menyatakan bahwa usahanya di beberapa wilayah mengalami kebangkrutan pada September. Merek ini kemudian berencana untuk menutup ratusan toko dan melakukan restrukturisasi.

Namun perusahaan ini tidak berencana untuk menutup bisnisnya. Sebaliknya mereka menyatakan diri bangkrut sebagai salah satu strategi untuk memperkuat bisnisnya di masa depan.

Salah satu upaya untuk restrukturisasi adalah dengan memperkecil wilayah pemasaran dengan menutup toko di 40 negara. Forever 21 tetap beroperasi di wilayah Meksiko dan Amerika Latin, namun mengurangi toko mereka secara besar-besaran di wilayah Eropa dan Asia.

2. Sonia Rykiel
Merek mewah asal Perancis yang berdiri sejak 1968, Sonia Rykiel dinyatakan bangkrut di Amerika pada April 2019. Amerika merupakan salah satu pasar terbesar merek Sonia Rykiel selain di Eropa.

Baca juga: Sempat bangkrut dan ditutup, label Sonia Rykiel kembali diluncurkan

Namun rumah mode ini menutup seluruh toko mereka di Amerika, disusul dengan toko-toko di Eropa. Pada Juli 2019, salah satu pengadilan Perancis menyatakan merek mewah ini ditutup dan dilikuidasi.
Busana dari rumah mode Sonia Rykiel. (Shutterstock)


Pada 2018 rumah mode ini mengalami kerugian hingga 30 juta euro (sekitar Rp 470 miliar). Beberapa investor telah menyatakan minatnya untuk mengambil alih rumah mode tersebut, termasuk mantan kepala rumah mode Balmain, Emmanuel Diemoz, serta seorang konglomerat asal Cina.

Namun pada 12 Desember 2019, toko daring yang menjual produk fesyen mewah, Showroomprive, mengumumkan akan meluncurkan kembali lini busana Sonia Rykiel.

3. Roberto Cavalli
Merek fesyen mewah Roberto Cavalli untuk cabang di seluruh Amerika dinyatakan bangkrut pada April 2019. Lisensi merek mewah ini di wilayah Amerika dipegang oleh Art Fashion Corp, yang kemudian ditutup, setelah seluruh toko Roberto Cavali di Amerika ditutup dan melepas lebih dari 100 karyawan.

Roberto Cavalli, sebagai entitas, mengaku mengalami "kesulitan keuangan" dan menyusun strategi untuk dapat tetap bertahan. Perusahaan ini kemudian dibeli oleh pengembang real estat yang berbasis di Dubai, Hussain Sajwani, pada bulan November 2019.

Cavalli sendiri membuka butiknya pertama kali pada tahun 1972 di Saint Tropez.

Baca juga: Label fesyen Victoria Beckham tak laku, rugi miliaran rupiah

4. Zac Posen (House of 'Z')
Desainer asal kota New York ini memutuskan untuk menutup rumah mode mewah miliknya pada November 2019 setelah 20 tahun berkarya. Penutupan rumah modenya itu diumumkan tidak lama setelah toko ritel mewah Barneys dinyatakan bangkrut.
Beberapa busana dari rumah mode Zac Posen. (Shutterstock)


Posen adalah salah satu desainer yang menitipkan busana rancangannya di toko ritel mewah Barneys. Posen yang dikenal dengan rancangan busana mewah ini, menyatakan terpaksa menutup rumah modenya setelah merasa kesulitan untuk mencari investor dan pembeli.

Baca juga: Hampir 20 tahun berkarya, Zac Posen tutup label fesyennya

5. Diesel
Merek fesyen denim yang didirikan oleh Adriano Goldschmied dan Renzo Rosso di Molvena, Italia pada 1978 ini dinyatakan bangkrut pada Maret 2019.
Salah satu toko ritel Diesel di wilayah Amerika Serikat. (Shutterstock)

Dikutip dari Business Insider, perusahaan ini mengalami kerugian di 28 wilayah di AS. Investasi perusahaan sebesar$ 90 juta juga tidak kembali sesuai waktu yang ditentukan. Selain itu, perusahaan mode denim mengklaim bahwa beberapa insiden pencurian dan penipuan menyebabkan kerugian $ 1,2 juta selama tiga tahun terakhir.

Perusahaan belum mengumumkan penutupan toko, tetapi berencana untuk memperkuat beberapa toko yang lama dengan tujuan menghemat biaya sistem operasional.

6. Victoria’s Secret
Merek pakaian dalam kelas atas yang didirikan oleh Roy dan Gaye Raymond pada 1977 ini menutup 53 tokonya pada 2019. Alasan penutupan toko-toko tersebut adalah karena mengalami kesulitan terkait dengan keuangan dan desain yang dianggap monoton.

Karena kendala tersebut, pagelaran busana tahunan Victoria's Secret ini tidak digelar pada 2019. Dikutip dari CNBC, perusahaan di bawah naungan L Brands ini rata-rata telah menutup 15 toko setiap tahunnya.

Baca juga: Peragaan busana Victoria's Secret 2019 dibatalkan

7. Gap
Perusahaan Gap Inc. yang didirikan oleh Donald dan Doris Fisher di San Francisco pada Agustus 1969, berencana untuk menutup 230 toko sepanjang 2019 hingga 2021. Pada tahun-tahun ini Gap juga diperkirakan akan menutup lebih dari 50 toko dari sejumlah merek yang berada di bawah lini perusahaannya.

Baca juga: Menilik upaya perusahaan China berinovasi dalam bisnis fesyen

Baca juga: Ini prediksi tren fesyen muslimah Indonesia tahun 2020

Baca juga: Empat "fashion item" karya anak bangsa yang wajib dimiliki

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2019