Mewujudkan Jakarta ramah bersepeda

31 Desember 2019 11:26 WIB
Mewujudkan Jakarta ramah bersepeda
Salah satu fasilitas parkir sepeda yang disediakan MRT Jakarta berlokasi di depan Kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Minggu (17/11/2019). ANTARA/Laily Rahmawaty/pri.
Keheningan libur akhir pekan di penghujung tahun dikagetkan dengan peristiwa kecelakaan lalu lintas yang melibatkan tujuh pesepeda dengan sebuah minibus di Jalan Sudirman, arah Selatan Jakarta, Sabtu (28/12).

Ketujuh pesepeda itu ditabrak seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial TP di Polres Jakarta Selatan, pada pukul 06.10 WIB tepatnya depan Gedung Summitmas Jakarta Selatan.

Akibat kecelakaan tersebut, tujuh pesepeda mengalami luka ringan hingga luka berat. Ironinya setelah dilakukan pemeriksaan, pengemudi minibus TP terbukti mengkonsumsi narkoba jenis ekstasi berdasarkan hasil tes urinenya.

Dan malangnya pula, insiden itu terjadi saat tujuh pesepeda itu melintas bukan dijalurnya, tapi menggunakan sisi kanan yang seharusnya berfungsi bagi pengguna kendaraan bermotor untuk mendahului, atau berkecepatan tinggi.

"Dalam sistem lalu lintas, lajur paling kanan digunakan untuk kendaraan yang akan medahului. Otomatis kecepatanya tinggi," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Lupito.

Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bahwa pengendaraan kendaraan bermotor memprioritaskan pejalan kaki atau pesepeda.

Tetapi ada pula klausul dalam Pasal 299 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan yang menyatakan pesepeda dapat ditilang bila tidak menggunakan jalur khusus sepeda.

"Ada klausul di Pasal 299 yang menyatakan bahwa apabila setiap orang yang mengemudikan kendaraan tidak bermotor yang tidak menggunakan jalur khusus apabila ada maka dapat dilakulan penilangan," kata Kasubdit Bin Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya Kompol Fahri Siregar saat ditemui di kantornya Senin (30/12).

Jalur Sepeda
Sejumlah sepeda terparkir di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan memfasilitasi pengguna MRT untuk bersepeda di fase II Fatmawati-Bundaran HI, Jumat (25/10/2019) (ANTARA/Laily Rahmawaty)



Tahun 2019 ini menjadi angin segar bagi pecinta sepeda, di mana sebagian hak mereka diakomodir oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang melakukan penambahan jaringan jalur sepeda sepanjang 63 km (dua arah).

Upaya ini dilakukan pemerintahan Gubernur Anies Rasyid Baswedan untuk membuat Jakarta menjadi kota yang ramah bersepeda.

Jaringan jalur sepeda sepanjang 63 km yang direncanakan terintegrasi tersebut terbagi ke dalam tiga fase meliputi wilayah Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakartan Selatan dan Jakarta Barat tersebut masih kurang.

Prinsip terintegrasi tersebut yakni jalur sepeda di DKI terhubung dengan simpul-simpul kegiatan seperti halte atau stasiun angkutan umum massal, pasar, dan sekolah.

Uji coba jalur sepeda terbagi dalam tiga fase dengan fase pertama sepanjang 25 km dari daerah Rawamangun, Jakarta Timur hingga Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, diujicobakan pada Jumat (20/9).

Fase kedua terletak di daerah Fatmawati, Jakarta Selatan hingga Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat sepanjang 23 km, diujicobakan Sabtu (12/10).

Dan fase ketiga terletak di sepanjang Jalan Tomang Raya, Jakarta Barat hingga Kebon Sirih, Jakarta Pusat sepanjang 15 km.
Uji coba jalur sepeda berlangsung dari rentang waktu dari tanggal 20 Oktober sampai 19 November 2019.

Senior Comunications and Partnership Manager Institut for Transportation and development policy (ITDP), Fani Racmita menyatakan jalur sepeda saat ini di DKI Jakarta sepanjang 32,3 kilometer terbagi atas tiga jalur sepeda yakni di atas trotoar, di badan jalan dan jalur sepeda ekslusif.

Jalur sepeda di Badan Jalan berada di Jalan Iskandarsyah, Melawai - Gunawarman dan Diponegoro - Imam Bonjol.

Jalur sepeda di trotoar berada di Masjid istiqlal, Gerbang pemuda, Daan Mogot, Danau Sunter Selatan. Ahmad yani, jatinegara Timur dan Sudirman.

"Jalur sepeda ekslusif di Kanal Banjir Timur sepanjang 12,3 kilometer," kata Fani.

Tahun 2020 Pemprov DKI Jakarta berencana menambah panjang jalur sepeda dan mengajukan anggaran sebesar Rp73,7 miliar.

Namun, besaran anggaran tersebut dikritik oleh DPRD DKI Jakarta Komisi B dan Komisi C sehingga terjadi penundaan pembangunan jalur sepeda pada 2020.

Payung hukum
Sejumlah sepeda melintas di Jalan Sudirman dalam kegiatan sepeda pagi, Rabu (25/12/2019) (ANTARA/Laily Rahmawaty)


Komitmen mewujudkan Jakarta ramah bersepeda dikokohkan dengan terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 128 Tahun 2019 tentang Penyediaan Lajur Sepeda.

Aturan yang dirancang oleh Dinas Perhubungan DKI Jakarta sah ditandatangani Gubernur Anies Rabu (20/11) dengan demikian pelanggar jalur sepeda bisa ditindak dan dikenai sanksi.

Peraturan tersebut juga menegaskan pembuatan jalur sepeda sepanjang 63 km dipasang dengan berbagai bentuk marka jalur sepeda dan pembatas dengan jalan biasa.

Pembatasnya berupa marka jalan yang solid atau putus-putus, dan juga 'traffic cone' dan juga bisa berbentuk kanstin.

Sementara itu, terkait sanksi, ada dua pelanggaran yang diatur dalam Pergub Penyediaan Lajur Sepeda, yaitu terhadap marka jalan dan rambu lalu lintas pada sepeda yang dikenakan sanksi mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pengawasan maupun penindakan pelanggaran di jalur sepeda rutin dilakukan oleh Kepolisian, Dishub DKI dan TNI.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo mengatakan sanksi tersebut berupa denda ratusan ribu, hingga 'kurungan' kendaraan bermotor atau tilang, bagi yang masuk ke jalur sepeda, disesuaikan dengan jenisnya.

"Ini kita ancam dengan Pasal 284 UU nomor 22 tahun 2009, di sana diancam pidana kurungan maksimal dua bulan atau denda paling besar Rp500 ribu (bagi mobil per hari) dan Rp250 ribu (bagi motor per hari," kata Syafrin.

Baca juga: Penabrak tujuh pesepeda diperiksa Propam Polres Jakarta Selatan

Baca juga: Oknum ASN penabrak tujuh sepeda berdinas di Polres Jakarta Selatan

Baca juga: Dalam sepekan 653 kendaraan penerobos jalur sepeda ditilang


Sanksi pelanggar jalur sepeda
Pengendara sepeda motor masih kedapatan melintas di jalur sepeda di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, Selasa (26/11/2019 (ANTARA/Laily Rahmawaty)


Sejak diundangkan, Pergub 128 tahun 2019 menjelaskan jalur sepeda yang sudah ditetapkan oleh Pemprov DKI Jakarta hanya boleh dilewati oleh sepeda, sepeda listrik, otoped, skuter,'hoverboard', dan 'unicycle' (sepeda roda satu).

Dinas Perhubungan DKI Jakarta mencatat dalam sepekan dengan rentang waktu 25-29 November, ada 653 kendaraan bermotor ditilang karena menerobos jalur sepeda yang didominasi oleh pengendara sepeda motor.

Berdasarkan periode tersebut, jumlah roda dua yang ditilang sebanyak 557 kendaraan, roda tiga 33 kendaraan dan roda empat 63 kendaraan.

Berbagai alasan disampaikan pengguna kendaraan bermotor ketika mereka ditilang, tidak tau menjadi alasan terbanyak, tapi ada juga yang sudah tau tapi kelupaan, atau tidak sengaja melintas karena kebiasaan jalur sepeda motor berada di sisi kiri yang jadi jalur sepeda.

Bagi Dian (30) warga Pejaten Timur, Jakarta Selatan, penerapan sanksi jalur sepeda membuat pengendaran sepeda motor khawatir jadi target tilang petugas.

Dian terbiasa menggunakan jalur sebelah kiri karena selama berkendara dia menggunakan kecepatan sedang.

"Jujur saja saya naik sepeda motor pelan jadi selalu pilih lajur kiri, sejak ada sanksi begitu, harus jeli melihat marka, kalau enggak bisa sampai di jalur sepeda," kata Dian.

Ibu satu anak masih ada wilayah abu-abu yang membuat pengendara sepeda motor bingung, terutama di jalur padat kendaraan sementara ruas jalan yang tersedia kecil seperti di Jalan Fatmawati, Jalan Panglima Polim.

Menurut dia, jika pengendara motor tidak boleh menggunakan jalur kiri yang dijadikan jalur sepeda, ketika kondisi macet, agak kontradiksi untuk diberlakukan sanksi. Apalagi dengan adanya Transjakarta menambah sempit ruang jalan yang tersedia dengan padatnya kendaraan yang ada.

"Harusnya pemerintah memprioritaskan jalan yang ditegakkan sanksinya, kalau begini aja lama-lama bisa kayak jalur Transjakarta yang sudah biasa dilanggar," kata Dian.

Belum efektif
Kondisi jalur sepeda di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, pesepeda masih rebutan jalan dengan pengendara motor lainnya, Selasa (26/11/2019 (ANTARA/Laily Rahmawaty)


Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan Pemprov DKI Jakarta untuk membuat Jakarta ramah bersepeda tentu tidak lepas dari komentar dan tanggapan sejumlah pihak, apakah keberadaan jalur sepeda tersebut sudah efektif mengakomodir pengguna transportasi ramah lingkungan tersebut.

Banyaknya jalur sepeda diterobos oleh pengendara sepeda motor menjadi salah satu alasan jalur sepeda yang tersedia di Jakarta belum efektif untuk pesepeda.

"Jalur sepeda, kalau hanya dibuat marka dan 'traffic cone' kurang efektif penerapannya," kata pengamat transportasi Djoko Sutijowarno.

Djoko menyarankan agar jalur sepeda Jakarta meniru dari Tiongkok dan Jepang yang menerapkan jalur sepeda dibatasi pagar cukup tinggi.
Menurut dia, jalur sepeda harus dilengkapi fasilitas seperti marka, rambu-rambu, atau pembatas jalan atau kanstin dan tempat parkir.

Jika fasilitas jalur sepeda belum tersedia, maka keefektifan jalur sepeda sulit tercipta jika hanya mengandalkan petugas di lapangan.

Senada dengan Djoko, pengamat transportasi publik Azas Tigor Nainggolan juga menilai jalur sepeda belum ramah terhadap penggunanya karena sering diserobot pemotor, atau jalur yang tidak steril dari motor, keberadaan persimpangan jalan, dan pertokoan membuat laju sepeda bersinggungan langsung dengan motor, mobil, hingga penjalan kaki.

Tigor menilai Pemprov DKI belum optimal membangun kesepahaman dengan sejumlah perusahaan transportasi publik dalam mengintegrasikan sepeda.

"Belum semua transportasi publik di Jakarta menyediakan gerbong khusus sepeda, kereta misalnya, bus di Jakarta sebagian besar belum menyediakan ruang bagi penyimpanan sepeda," kata Tigor.

Pengamat dari Forum Warga Kota Jakarta itu juga mengkritisi jalur sepeda yang 'memakan' bahu jalan di tengah persoalan kemacetan lalu lintas yang belum terurai maksimal.

Sepeda sebagai gaya hidup
Aktor Teuku Wisnu berfoto bersama sepeda lipatnya di kawasan FX Sudirman, Minggu (17/11/2019 (ANTARA/Laily Rahmawaty)


Di tengah pro dan kontra tersebut, kehadiran jalur sepeda di Jakarta mendorong kembali pencinta sepeda untuk menggunakan sepeda sebagai gaya hidup.

Itu yang dilakukan aktor Teuku Wisnu, bersepeda tidak hanya rutin di akhir pekan saat ‘car free day’ tapi saat berangkat kerja juga dilakoninya.

"Salah satu bentuk apresiasi adanya jalur sepeda ini kita ikut bersepeda juga, bukan hanya setiap CFD tapi bagaimana bersepeda jadi gaya hidup," kata Teuku Wisnu saat ditemui pada medio November 2019.

Dude Herlino yang juga rutin bersepeda setiap akhir pekan bersama Teuku Wisnu, beranggapan jalur sepeda yang kini tersedia sudah lebih baik dari sebelumnya. Tapi untuk menjadikan Jakarta ramah bersepeda masih perlu didorong, salah satunya dengan menggiatkan bersepeda setiap saat.

Baginya bersepeda selain untuk olahraga juga untuk menjaga lingkungan dari polusi kendaraan yang dapat menganggu kesehatan.

"Saya berharap kalau bisa Pemprov DKI bisa memberikan lebih banyak lagi jalur sepeda yang dilengkapi fasilitas memadai," kata Dude.




 

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019