• Beranda
  • Berita
  • KPAI dorong peran semua pihak cegah kekeraaan seksual anak di sekolah

KPAI dorong peran semua pihak cegah kekeraaan seksual anak di sekolah

31 Desember 2019 13:58 WIB
KPAI dorong peran semua pihak cegah kekeraaan seksual anak di sekolah
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti dalam Workshop Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Di satuan Pendidikan di Jakarta, Senin (9/12/2019). ANTARA/Katriana/pri.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendorong keterlibatan semua pihak untuk melindungi anak dari aksi kekerasan seksual di satuan pendidikan.

"Untuk melindungi anak-anak dari kekerasan seksual maka perlu pelibatan semua pihak, mulai dari orangtua, guru/sekolah, masyarakat dan negara dalam memastikan upaya-upaya nyata untuk mencegah dan mengatasi kekerasan seksual terhadap anak-anak," kata Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti melalui keterangan tertulis kepada ANTARA di Jakarta, Selasa.

Retno mengatakan beberapa upaya yang dapat dilakukan adalah membantu anak untuk melindungi dirinya sendiri.

"Berikan pemahaman dan ajarkan anak untuk menolak segala perbuatan yang tidak senonoh dengan segera meninggalkan tempat di mana sentuhan terjadi," katanya.

Baca juga: Di satuan pendidikan pada 2019, KPAI catat 21 kasus kekerasan seksual

Anak juga perlu diingatkan untuk tidak gampang mempercayai orang asing dan didorong untuk selalu bercerita jika terjadi sesuatu terhadap diri mereka.

"Korban dan keluarga korban kekerasan seksual umumnya memang tidak berani melapor kepada yang berwajib karena merasa malu atau menganggap sebagai aib yang harus ditutupi. Oleh karena itu perlu edukasi dan penting dibangun sistem pengaduan di sekolah yang membuat korban dan keluarganya berani melapor. Hal ini sekaligus mencegah ada korban lainnya," katanya.

Kemudian, selain memberikan pemahaman tentang perlunya melindungi diri, anak juga perlu diberikan pendidikan kesehatan reproduksi dengan pendekatan yang sesuai dengan usia mereka, peka budaya dan komprehensif.

"Mencakup program yang memuat informasi ilmiah akurat, realistis dan tidak bersifat menghakimi, sehingga remaja dapat mengeksplorasi nilai-nilai dan sikap diri, serta melatih kemampuan untuk mengambil keputusan, berkomunikasi dan terampil menekankan risiko di semua aspek seksualitasnya," ujarnya.

Selain itu, Retno juga mengatakan bahwa aturan sekolah juga harus memiliki batas-batas yang tegas dari perilaku yang tidak dapat diterima.

"Misalnya anak harus diedukasi bahwa ada bagian di tubuhnya yang tidak boleh dilihat, apalagi disentuh, oleh siapa pun kecuali dirinya sendiri," katanya.

Bagian tubuh yang dimaksud adalah organ intim yang harus ditutupi saat anak menggunakan pakaian renang. Anak juga perlu diajari untuk membedakan antara sentuhan sayang dan sentuhan yang jahat.

Baca juga: KPAI sebut kekerasan seksual pada anak di sekolah meningkat

"Tekankan bahwa kalau ada yang berani menyentuh, maka harus dilaporkan," katanya lebih lanjut.

Sementara itu, langkah perlindungan yang dapat dilakukan di lingkungan sekolah agar anak terlindungi dari kemungkinan kekerasan seksual adalah perlunya memaksimalkan peran sekolah.

Sekolah, katanya, harus memiliki fungsi kontrol sosial, memiliki penilaian terhadap perilaku anak. Sekolah juga harus menggagas aktivitas-aktivitas internal sekolah yang bersifat positif, dengan memfasilitasi aktivitas orang tua siswa dan siswa, minimal satu tahun sekali.

Untuk sekolah-sekolah dan dinas pendidikan, mereka juga perlu menyosialisasikan dan mempercepat Sekolah Ramah Anak (SRA) di berbagai daerah sebagai upaya menurunkan angka kekerasan di lingkungan pendidikan.

"Sekolah harus membangun sistem pengaduan yang melindungi korban dan saksi, termasuk menganggarkan teknologi CCTV di ruang kelas dan ruang lain yang berpotensi digunakan oknum guru untuk melakukan kekerasan seksual terhadap anak didiknya," kata dia.

Selain itu, KPAI juga mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memenuhi hak-hak anak yang menjadi korban kekerasan seksual.

"Anak korban kejahatan seksual perlu mendapat rehabilitasi secara maksimal dan tuntas. Sangat dibutuhkan penanganan yang serius dan program pemulihan psikologis yang jelas dan terukur, karena jika tidak direhabilitasi atau rehabilitasi psikologis belum tuntas, maka anak korban akan terus mengalami trauma. Jika trauma tidak hilang hingga dewasa, maka korban akan berpotensi besar menjadi pelaku," katanya.

Baca juga: KPAI sebut kekerasan fisik terhadap anak di sekolah cukup mengerikan
Baca juga: KPAI: Ajarkan agama pada anak dengan cara yang baik
Baca juga: KPAI harapkan tokoh agama jadi pelopor pelindungan anak

Pewarta: Katriana
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019