• Beranda
  • Berita
  • Ganti baju basah karena banjir cegah hipotermia, kata PDEI Jakarta

Ganti baju basah karena banjir cegah hipotermia, kata PDEI Jakarta

2 Januari 2020 17:49 WIB
Ganti baju basah karena banjir cegah hipotermia, kata PDEI Jakarta
FOTO DOKUMEN - Warga korban banjir mendapatkan pengobatan gratis yang dilaksanakan Palang Merah Indonesia (PMI) DKI Jakarta di Kawasan Kali Angke, Cengkareng, Jakarta Barat, Jumat (21/2). Warga korban banjir tersebut banyak terkena penyakit gatal-gatal, diare, demam, dan penyakit lainnya pasca banjir yang melanda pemukiman mereka. (ANTARA FOTO/Humas-PMI)

Terutama mereka yang terendam cukup lama sehingga suhu tubuhnya menurun drastis, atau pakaian basah dipakai sepanjang hari semalaman itu pemicu hipotermia sehingga bisa tidak tertolong

Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI) Jakarta menyatakan mencegah terjadinya hipotermia (kedinginan berat) atau kondisi menurunnya suhu tubuh secara drastis bisa dilakukan dengan cara mengganti baju yang basah karena banjir dengan pakaian yang kering.

Ketua Umum PDEI Jakarta dr Abdul Halik Malik, MKM saat dihubungi di Jakarta, Kamis, menjelaskan tubuh yang terendam air banjir dan pakaian yang basah tanpa diganti hingga semalaman bisa memicu kondisi hipotermia.

"Terutama mereka yang terendam cukup lama sehingga suhu tubuhnya menurun drastis, atau pakaian basah dipakai sepanjang hari semalaman itu pemicu hipotermia sehingga bisa tidak tertolong," kata Halik.

Ia menjelaskan hipotermia merupakan suatu kondisi tubuh kehilangan suhu panas tubuh secara drastis sehingga memengaruhi sistem sirkulasi, sistem pernapasan, dan sistem saraf yang bisa berakibat fatal hingga kematian.

Normalnya suhu tubuh manusia berada di antara 36-37,2 derajat Celsius. Seseorang bisa mengalami hipotermia bila suhu tubuhnya lebih rendah dari 35 derajat Celsius.

Oleh karena itu, katanya, penting bagi korban banjir untuk menjaga suhu tubuhnya dengan mengenakan pakaian yang kering dan sebisa mungkin untuk menjaga tubuh agar tidak terendam air.

Hipotermia, kata dia, biasanya lebih rentan menyerang anak-anak dan lanjut usia yang kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan suhu lingkungannya lebih rendah.

"Untuk kondisi tertentu seperti anak-anak dan usia lanjut itu kemampuan adaptasinya lebih kecil jadi lebih mudah mengalami hipotermia," kata Halik.

Ia menjelaskan orang yang mengalami hipotermia memiliki ciri-ciri seperti tubuh yang pucat kebiruan, menggigil, mati rasa pada beberapa bagian tubuh. Pada tahap berat akan menurunkan kesadaran, gangguan berbicara atau meracau, dan di tahap lebih berat lagi akan menyebabkan sesak napas, jantung berdebar kencang kemudian melemah, hingga pingsan.

Pada anak-anak biasanya diam tidak bisa menyampaikan sesuatu, lemas, menangis, tidak bisa diberi makan atau minum. Dilihat dari fisiknya juga pucat kebiruan atau kemerahan dan ketika diraba terasa dingin.

Pertolongan pertama pada seseorang yang mengalami hipotermia, kata  Abdul Halik Malik, adalah dengan memberikan pakaian yang kering ditambahkan dengan pakaian hangat seperti jaket atau selimut, diberi minuman hangat, atau juga bisa dikompres dengan air hangat di kepala dan leher.

Hujan yang terjadi secara terus menerus sejak 31 Desember 2018 hingga 1 Januari 2020 memicu terjadinya banjir di sejumlah wilayah Jabodetabek.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana sebanyak 16 orang meninggal di berbagai wilayah dan tiga di antaranya dikarenakan hipotermia. Tiga orang tersebut yang mengalami hipotermia adalah lansia.

Sementara penyebab meninggalnya korban yang lain adalah tersengat listrik dari aliran air banjir, tenggelam, dan tertimbun tanah longsor.

Baca juga: Empat pendaki Gunung Sumbing dikabarkan alami hipotermia

Baca juga: Kemenkes lakukan pengendalian penyakit akibat banjir

Baca juga: Dinkes DKI imbau warga antisipasi penyakit musim hujan

Baca juga: Banjir berpotensi timbulkan penyakit kejadian luar biasa

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020