Ini menyangkut pelaksanaan yang memerlukan persiapan-persiapan menyangkut pendaftaran, lembaga peneriksa halal, penilaian produk, persiapan tarif, persiapan sistem informasi yang tentu harus sia
Wakil Presiden Ma’ruf Amim memimpin rapat tentang pelaksanaan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dengan memanggil sejumlah menteri untuk membahas perkembangan penerapan regulasi tersebut.
“Ini menyangkut pelaksanaan yang memerlukan persiapan-persiapan menyangkut pendaftaran, lembaga peneriksa halal, penilaian produk, persiapan tarif, persiapan sistem informasi yang tentu harus siap,” kata Wapres Ma’ruf saat memimpin rapat di Kantor Wapres Jakarta, Kamis.
Wapres Ma’ruf meminta setiap menteri untuk melaporkan perkembangan pelaksanaan jaminan produk halal supaya tidak menimbulkan masalah dan gangguan.
Baca juga: Wapres nyatakan Indonesia upayakan AS-Iran jangan sampai perang
Dengan adanya lembaga baru, yakni Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), yang bersama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam memberikan sertifikasi halal, Wapres ingin setiap kementerian dan dua lembaga tersebut berkoordinasi dengan baik.
“Ada hal-hal yang sebelumnya ditangani oleh MUI, dan sekarang oleh BPJPH dan melibatkan MUI soal kefatwaan dan hal lain menyangkut auditor, kemudian juga soal lembaga pemeriksa halal; maka semua harus jelas sehingga tidak terjadi lagi hambatan dalam pelaksanaannya,” jelas Wapres.
Rapat yang dimulai pukul 15.00 WIB itu dihadiri Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Agama Fachrul Razi, Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro serta Kepala Bareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo.
Pada 16 Oktober 2019, sebelas pimpinan kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian (K/L) telah menandatangani memorandum of understanding (MoU) tentang Penyelenggaraan Layanan Sertifikasi Halal (PLSH) bagi Produk yang Wajib Bersertifikat Halal di Kantor Wakil Presiden Jakarta.
Sebelas K/L tersebut adalah Kementerian Agama, Kementerian Keuangan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Luar Negeri, Polri, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Badan Standardisasi Nasional (BSN), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Baca juga: BNPT: Upacara 17-an akan digalakkan untuk atasi radikalisme
Pemberlakuan sertifikasi halal akan dilakukan secara bertahap; pertama ialah proses pemberlakukan label halal untuk produk makanan, minuman dan produk jasa terkait keduanya selama lima tahun, yakni 17 Oktober 2019 hingga 17 Oktober 2024.
Tahap kedua, sertifikasi halal wajib diberlakukan untuk produk selain makanan yang berlaku mulai 17 Oktober 2021 dengan rentang waktu tujuh tahun, 10 tahun dan 15 tahun.
Tahapan sertifikasi halal dilakukan yakni pertama, pelaku usaha mendaftarkan diri dengan membawa berkas persyaratan ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Kedua, BPJPH kemudian memeriksa kelengkapan berkas persyaratan tersebut, yang saat ini sedang dikembangkan sistem informasi halal atau SIHalal.
Ketiga, pelaku usaha menentukan lembaga pemeriksa halal (LPH) untuk meneliti dan menguji produk atau barang yang akan mereka jual kepada konsumen. Keempat, LPH membawa hasil pengujian barang tersebut ke MUI untuk diberikan fatwa halal terhadap sebuah produk. Terakhir, hasil dari sidang fatwa halal MUI tersebut diserahkan kembali ke BPJPH untuk diterbitkan sertifikasi halal.
Baca juga: Wapres pimpin ratas lanjutan penanganan radikalisme
Baca juga: Wapres minta kapal China keluar dari Natuna tanpa harus berkonflik
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2020