• Beranda
  • Berita
  • Hutan sekitar TNHGS yang harus direhabilitasi 4.000 hektare lebih

Hutan sekitar TNHGS yang harus direhabilitasi 4.000 hektare lebih

9 Januari 2020 19:21 WIB
Hutan sekitar TNHGS yang harus direhabilitasi 4.000 hektare lebih
Para sukarelawan serta TNI/Polri sedang menyalurkan bantuan bagi warga korban banjir di Provinsi Banten dengan melintasi jembatan bambu di atas Sungai Ciberang, Kamis (9/1/2020) yang rusak akibat tergerus banjir bandang. ANTARA/Mulyana/am.

Kalau di kawasan hutan TNHGS itu sekitar 4000-an hektare yang harus direhabilitasi. Sedangkan kanan kiri sungai yang tergerus banjir kemarin ada sekitar 140-an hektare yang perlu direhabilitasi,

Dinas Lingkungam Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Banten mencatat sekitar 4000-an hektare hutan di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNHGS) di wilayah Kabupaten Lebak dan 140 hektare lahan di kanan kiri sungai di lokasi banjir bandang di Lebak harus direhabilitasi.

"Kalau di kawasan hutan TNHGS itu sekitar 4000-an hektare yang harus direhabilitasi. Sedangkan kanan kiri sungai yang tergerus banjir kemarin ada sekitar 140-an hektare yang perlu direhabilitasi," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehuanan (DLHK) Provinsi Banten, Husni Hasan di Serang, Kamis.

Ia mengatakan, rehabilitasi hutan yang rusak akibat penambangan liar, pembalakan hutan, alih fungsi lahan harus dilakukan secara bersama-sama antara pemerintah daerah dan pusat serta semua pihak termasuk masyarakat.

Selain itu, juga perlu adanya pengawasan dari pihak-pihak berwenang terhadap aktivitas penambangan ilegal serta pembalakan hutan dan juga penambangan pasir yang mengakibatkan terjadinya pendangkalan sungai.

Menurutnya, penyebab utama terjadinya banjir bandang di Lebak pada Rabu (1/1) memang karena curah hujan yang sangat tinggi atau ekstrem sehingga mengakibatkan banjir. Namun demikian, ada kontribusi penambang penambang liar yang juga ikut menstimulir atau memperparah banjir tersebut karena penambangan liar dan perambahan hutan.

"'Gurandil-gurandil' itu kan membuat lubang untuk penambangan, kemudian mereka menebang pohon untuk menjaga dinding-dinding lubang agar tidak longsor dengan menggunakan kayu hasil penebangan liar di hutan di kawasan itu," katanya.

Gurandil adalah sebutan untuk penambang liar.

Husni Hasan menilai keberadaan para penambang ilegal yang berada di kawasan TNHGS tersebut terkesan dibiarkan, sehingga terus beraktivitas tanpa adanya tindakan dari pihak terkait.

Selain itu, kata dia, ada juga alih fungsi lahan dari sawah-sawah tadah hujan menjadi rumah dan ada yang lebih signifikan lagi yakni adanya galian atau penambangan pasir yang membuat sungai-sungai menjadi dangkal karena sedimentasi akibat dari aktivitas penambangan pasir tersebut.

"Adanya perambahan hutan dan penambangan liar tersebut adanya di kawasan hutan lindung TNGHS otoritas pengawsannya ada di pusat sesuai kewenangannya," katanya.

Sedangkan BLHD Banten, kata dia, melakukan pengawasan di luar kawasan hutan melalui penyuluh kehutanan swadaya mandiri (PKSM) yakni para tokoh atau pemuka masyarakat sekitar yang memberikan penyuluhan kepada masyarakat di sekitar hutan.

"Kita punya PKSM sekitar 138 personel. Mereka memberikan penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat sekitar hutan," demikian Husni Hasan.

Baca juga: Pakar lingkungan IPB setuju tambang emas ilegal di TNGHS ditutup

Baca juga: 17.200 warga Lebak mengungsi akibat banjir bandang

Baca juga: Masyarakat diminta lestarikan kawasan hutan TNGHS cegah kerusakan


 

Pewarta: Mulyana
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2020