• Beranda
  • Berita
  • Motif pendirian Keraton Agung Sejagat di Purworejo didalami

Motif pendirian Keraton Agung Sejagat di Purworejo didalami

14 Januari 2020 12:31 WIB
Motif pendirian Keraton Agung Sejagat di Purworejo didalami
Keraton Agung Sejagat di Purworejo (Ant)
Kepolisian masih mendalami motif di balik berdirinya Keraton Agung Sejagat di Desa Pogung Jurutengah, Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

"Kami ingin mengetahui motif apa di balik deklarasi kraton tersebut," kata Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol.Rycko Amelza Dahniel di Semarang, Selasa.

Baca juga: Polres akan klarifikasi munculnya Keraton Agung Sejagat di Purworejo

Baca juga: Pemkot Mojokerto bangkitkan kejayaan Majapahit melalui kirab budaya

Baca juga: Galeri Indonesia Kaya pamerkan delapan peninggalan Majapahit


Menurut dia, jajaran intelijen dan reserse kriminal umum telah diterjunkan untuk mengumpulkan data-data berkaitan dengan keraton pimpinan Totok Santosa Hadiningrat tersebut.

Pengumpulan data tersebut, lanjut dia, berkaitan dengan profil sekaligus aspek legalitasnya.

"Negara kita adalah negara hukum. Pertama-tama kita akan mempelajari aspek legalitas," katanya.

Kemudian, kata dia, aspek sosial kultural, termasuk kesejarahan.

Sebelumnya diberitakan, Keraton Agung Sejagat ini mulai dikenal publik, setelah mereka mengadakan acara Wilujengan dan Kirab Budaya, yang dilaksanakan dari Jumat (10/1) hingga Minggu (12/1).

Keraton Agung Sejagat, dipimpin oleh seseorang yang dipanggil Sinuwun yang bernama asli Totok Santosa Hadiningrat dan istrinya yang dipanggil Kanjeng Ratu yang memiliki nama Dyah Gitarja.

Berdasarkan informasi, pengikut dari Keraton Agung Sejagat ini mencapai sekitar 450 orang.

Penasihat Keraton Agung Sejagat, Resi Joyodiningrat menegaskan bahwa Keraton Agung Sejagat bukan aliran sesat seperti yang dikhawatirkan masyarakat.

Ia mengatakan Keraton Agung Sejagat merupakan kerajaan atau kekaisaran dunia yang muncul karena telah berakhir perjanjian 500 tahun yang lalu, terhitung sejak hilangnya Kemaharajaan Nusantara, yaitu imperium Majapahit pada 1518 sampai dengan 2018.

Perjanjian 500 tahun tersebut dilakukan oleh Dyah Ranawijaya sebagai penguasa imperium Majapahit dengan Portugis sebagai wakil orang Barat atau bekas koloni Kekaisaran Romawi di Malaka tahun 1518

Joyodiningrat menyampaikan dengan berakhirnya perjanjian tersebut, maka berakhir pula dominasi kekuasaan Barat mengontrol dunia yang didominasi Amerika Serikat setelah Perang Dunia II dan kekuasaan tertinggi harus dikembalikan ke pemiliknya, yaitu Keraton Agung Sejagat sebagai penerus Medang Majapahit yang merupakan Dinasti Sanjaya dan Syailendra.

Baca juga: Mendikbud: Sejarah perlu diungkap secara seimbang

Baca juga: Seminar Unhas bahas jejak Majapahit di Timur Indonesia

Baca juga: Situs pra-Majapahit Sekaran butuhkan atap pelindung

Pewarta: Immanuel Citra Senjaya
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2020