"Semua ini tentu bisa mengubah lanskap pengelolaan risiko asuransi umum Indonesia," kata Direktur Utama PT Reasuransi MAIPARK Indonesia Ahmad Fauzie Darwis di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, upaya itu dilakukan melalui Jaringan Penelitian MAIPARK (MRN) yang diresmikan awal tahun ini dengan mengintensifkan kajian risiko bencana alam seperti gempa bumi Jakarta akibat Sesar Baribis.
Baca juga: Menkeu pastikan pembentukan asuransi risiko bencana pada 2019
Kemudian kajian risiko tsunami megathrust di selatan Pulau Jawa, risiko letusan 35 gunungapi di Jawa dan kajian risiko banjir kawasan industri Karawang-Bekasi.
Indonesia merupakan salah satu negara yang kerap dilanda bencana alam dengan dampak katastropik yang besar.
MAIPARK mencatat tahun 2018 terjadi tiga bencana besar yang memukul industri asuransi umum Indonesia, yakni gempa di Lombok, gempa dan tsunami di Palu-Donggala dan tsunami di Selat Sunda.
Baca juga: Pusat Mitigasi Unsoed akan luncurkan program nihil risiko bencana
Perusahaan yang berdiri tahun 2004 itu mencatat klaim gempa Lombok mencapai Rp122 miliar, gempa Palu-Donggala Rp149 miliar dan tsunami Selat Sunda sebesar Rp15 miliar.
Kenaikan jumlah klaim yang signifikan itu menggerus hasil underwritting atau seleksi risiko dari Rp117 miliar tahun 2017 menjadi Rp62 miliar tahun 2018.
Meski begitu, perudagaan masih mendapatkan surplus usaha setelah pajak sebesar Rp29 miliar tahun 2018.
MAIPARK merupakan sebuah perusahaan reasuransi risiko khusus yang dimiliki seluruh perusahaan asuransi umum dan perusahaan reasuransi yang ada di Indonesia.
Saat ini, risiko khusus yang ditangani adalah gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami dan kebakaran yang diakibatkan oleh ketiga risiko tersebut.
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2020