Nusa Dua (ANTARA News) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan adanya pembentukan skema pembiayaan dan asuransi risiko bencana pada 2019 sebagai upaya penanganan dampak bencana alam secara cepat.Kalau kita punya asuransi terhadap barang milik pemerintah semacam itu, paling tidak kita mampu melakukan perencanaan pembangunan kembali secara cepat
"Kita perlu mengidentifikasi semua risiko bencana alam dan memikirkan mekanisme fiskal serta instrumen keuangan terbaik untuk mendukung rehabilitasi yang paling efektif dan paling cepat," ujarnya dalam High-Level Dialogue on Disaster Risk Financing and Insurance in Indonesia dalam rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia di Nusa Dua, Bali, Rabu.
Sri Mulyani menjelaskan salah satu alasan pembentukan asuransi bencana adalah karena pemerintah selalu menggunakan alokasi APBN untuk penanganan bencana alam dan rekonstruksi wilayah terdampak.
Ketergantungan ini mempunyai risiko apabila dampak bencana alam yang terjadi melampaui pagu alokasi dana bencana mengingat belanja pemerintah dalam APBN sudah terikat untuk pos belanja rutin.
Bagi pemerintah, pembentukan asuransi ini mempunyai manfaat untuk melindungi aset yang termasuk dalam barang milik negara maupun barang milik daerah, yang terkena dampak dari bencana alam.
"Kalau kita punya asuransi terhadap barang milik pemerintah semacam itu, paling tidak kita mampu melakukan perencanaan pembangunan kembali secara cepat, karena tidak terkendala dengan anggaran kita," ujarnya.
Sri Mulyani memastikan asuransi tersebut juga dapat memberikan efek untuk membantu rumah tangga yang terdampak dan memulihkan kehidupan sosial masyarakat.
Sebagai langkah awal, pemerintah akan mulai menyisihkan dana dalam APBN 2019 untuk pembentukan asuransi risiko ini dan berdiskusi lebih lanjut mengenai rencana ini dengan parlemen.
Langkah lainnya adalah menyiapkan pooling fund sebagai instrumen pengelolaan dana yang relevan untuk memperkuat peran APBN tersebut.
Kebijakan ini merupakan terobosan baru karena menyediakan dana untuk periode sebelum, saat dan sesudah bencana untuk durasi jangka menengah panjang dengan meminimalkan rantai birokrasi penyediaan dana.
Pilihan model pengelolaan dana untuk risiko bencana ini antara lain membuka rekening khusus di Bank Indonesia, penugasan satuan kerja pemerintah atau BUMN dan mendirikan Badan Layanan Umum pengelola dana khusus pembiayaan risiko bencana.
Selain itu, Sri Mulyani akan mengadakan dialog dengan perusahaan asuransi agar mau ikut terlibat dalam model pembiayaan risiko bencana.
"Kita akan bicara dengan industri asuransi, karena biasanya kalau ada peristiwa total 'loss', industri asuransi kita tidak kuat menangani itu," ujarnya.
Saat ini, perusahaan asuransi kurang tertarik untuk menjual premi bagi kejadian bencana yang hampir pasti terjadi, seperti banjir, apabila tidak disertai dengan perbaikan pengelolaan banjir, kebersihan, perawatan bantaran dan penghijauan hulu.
Sebelumnya, berdasarkan catatan, besarnya kerugian Indonesia dan kebutuhan pendanaan yang diakibatkan oleh bencana, selama periode 2004-2013, mencapai Rp126,7 triliun.
Sementara itu, selama 12 tahun terakhir, pemerintah rata-rata menyediakan dana cadangan untuk bencana alam sebesar Rp3,1 triliun.
Jumlah pendanaan bencana tersebut pernah membengkak hingga mencapai Rp51,4 triliun, ketika terjadi gempa bumi dan tsunami di Aceh pada 2004, sehingga pemerintah waktu itu harus memangkas belanja pegawai.
Baca juga: Menkeu akan kembangkan instrumen pembiayaan bencana
Baca juga: Akademisi: Indonesia perlu skema asuransi bencana alam
Pewarta: Satyagraha
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2018