Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Barito Timur, Kalimantan Tengah melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat bakal memberikan sanksi kepada perusahaan perkebunan sawit PT Ketapang Subur Lestari karena terindikasi merusak sempadan sungai, sehingga menyebabkan air Sungai Awang dan Murung Gamis terdampak."Kondisi kedua sungai itu sangat keruh, diduga bersumber dari sempadan sungai terkena aktivitas 'land clearing' atau pembersihan lahan. Jadi pemulihannya dengan menanam tumbuh-tumbuhan sejenis bakau atau lainnya," ujarnya pula.
Adapun bentuk sanksi yang nantinya diberikan untuk sementara ini bersifat teguran secara tertulis dan meminta dilakukan pemulihan pada sempadan di dua sungai tersebut, kata Kepala DLH Barito Timur Lurikto, di Tamiang Layang, Jumat.
"Kondisi kedua sungai itu sangat keruh, diduga bersumber dari sempadan sungai terkena aktivitas 'land clearing' atau pembersihan lahan. Jadi pemulihannya dengan menanam tumbuh-tumbuhan sejenis bakau atau lainnya," ujarnya pula.
Sanksi administratif itu dibuat berdasarkan hasil temuan tim DLH Barito Timur saat pengecekan lapangan, belum lama ini. Tim DLH Barito Timur juga melakukan pengambilan sampel air di beberapa titik pada Sungai Awang dan Murung Gamis.
Lurikto mengatakan pemberian sanksi kepada PT KSL, anak perusahaan Ciliandry Anky Abadi itu, masih menunggu persetujuan dan tanda tangan Bupati Barito Timur Ampera AY Mebas.
Pada Sungai Awang ditemui kekeruhan air dalam kondisi yang tidak terlalu signifikan. Sedangkan pada bagian hulu Sungai Awang sangat signifikan, diduga karena sempadan sungai yang rusak mengakibatkan intrusi saat intensitas hujan tinggi. Sedangkan kondisi air di Sungai Murung Gamis ditemukan sebagian kondisi normal dan ada juga kondisinya keruh.
"Dan untuk kasus ini, tetap kita proses sesuai ketentuan perundangan yang berlaku," ujar Lurikto.
Baca juga: Warga tiga desa tuntut perusahaan sawit di Barito Utara
Sempadan Sungai Awang dan Murung Gamis diduga rusak akibat pembukaan lahan dan pembersihan lahan yang dilakukan PT KSL pada Mei 2018 lalu, sebelum memiliki izin lingkungan maupun Amdal.
Dinas Pertanian Barito Timur terpaksa menghentikan aktivitas PT KSL, karena diduga kuat melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Daerah Provinsi Kalteng Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan, pasal 29 ayat 4 dan pasal 45 ayat 4, dan juga Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 98/PERMENTAN/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.
Setelah melengkapi perizinan, PT KSL melanjutkan aktivitas pembersihan lahan hingga penyemaian, dan saat ini sudah dilakukan penanaman bibit sawit, di antaranya berada di sempadan sungai.
Dampak aktivitas pembersihan lahan yang dilakukan sejak 2018 lalu, mulai berpengaruh di saat musim hujan pada 2020 ini. Kondisi ini ditanggapi serius oleh Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Provinsi Kalteng Dimas Novian Hartono.
Baca juga: Ratusan karyawan PT BAK tidur di gedung DPRD Barut
Menurut Dimas, kondisi seperti itu sudah melanggar konstitusi, karena bagaimana pun juga tanam tumbuh pada sempadan sungai tidak boleh dibabat. Tindakan tegas dan sanksi dari pemerintah tetap harus diberikan karena telah terjadi pelanggaran yang dilakukan perusahaan tersebut.
Dimas menambahkan, meski lahan PT KSL itu merupakan hasil 'take over' dari HGU perkebunan karet PT Sendabi Indal Lestari, tentu dipertanyakan apakah perusahaan tersebut memiliki Amdal dan atau izin lingkungannya atau tidak.
"Bukan berarti karena lokasi tersebut telah masuk HGU, lalu mereka melakukan hal serampangan, khususnya dalam pembukaan lahannya. Karena komoditas tanam tumbuhnya pun berbeda yakni dari karet ke sawit," kata Dimas.
Dimas menilai bahwa dampak yang timbul pada Sungai Awang dan Murung Gamis merugikan masyarakat dan telah terjadi kerusakan lingkungan.
"Sebaiknya perusahaan ini dilakukan evaluasi oleh pemerintah setempat. Bahkan dapat dilakukan tuntutan atau gugatan untuk pemulihan lingkungannya," kata Dimas.
Senior Manager PT KSL Raden Agus mengatakan, laporan yang disampaikan masyarakat hendaknya dilihat secara objektif. Selain itu, perlu didefinisikan terkait pencemaran dan dampaknya.
"Bahwa perlu dipahami kalau pun ini masalah, seyogianya yang paling terkena dampak adalah masyarakat desa terdekat," kata Raden.
Dia menyampaikan, PT KSL telah melakukan langkah-langkah penanggulangan dan pencegahan, seperti penyangga sungai sesuai ketentuan serta penanaman tanaman pada penyangga sungai untuk menghindari air hujan lari, sehingga harus dilihat berdasarkan kondisi curah hujan dan terjadi pada saat itu.
"Diharapkan semua pihak dapat mengedepankan penilaian objektif atas permasalahan yang terjadi saat ini," kata Raden pula.
Pewarta: Kasriadi/Habibullah
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020