• Beranda
  • Berita
  • Trend radikalisme dan intoleransi cenderung meningkat di Indonesia

Trend radikalisme dan intoleransi cenderung meningkat di Indonesia

18 Januari 2020 21:56 WIB
Trend radikalisme dan intoleransi cenderung meningkat di Indonesia
Direktur Wahid Institute Yenny Wahid dan host Andy F Noya pada dialog "Kick Andy: Ajang Budaya Pemersatu Bangsa" di IBI Kesatuan Kota Bogor, Sabtu (18/1/2020). ANTARA/Riza Harahap.
Trend intoleransi dan radikalisme di Indonesia cenderung meningkat dari waktu ke waktu yang dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama kontestasi politik, ceramah atau pidato bermuatan ujaran kebencian, serta postingan bermuatan ujaran kebencian di media sosial.

"Hasil survei yang dilakukan Wahid Institute menunjukkan trend intoleransi dan radikalisme di Indonesia cenderung meningkat dari waktu ke waktu," kata Direktur Wahid Institue, Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid, pada dialog "Kick Andy" yang diselenggarakan di Kampus IBI Kesatuan, Kota Bogor, Sabtu.

Nara sumber lainnya pada dialog yang diselenggarakan oleh IBI Kesatuan dan Panitia Bogor Street Festival CGM 2020 tersebut adalah, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto dan Aktivis dari Yayasan Generasi Damai Irvan.

Menurut Yenny Wahid, dari hasil kajian yang dilakukan Wahid Institute ada sekitar 0,4 persen atau sekitar 600.000 jiwa warga negara Indonesia (WNI) yang pernah melakukan tindakan radikal.

"Data itu dihitung berdasarkan jumlah penduduk dewasa yakni sekitar 150 juta jiwa. Karena, kalau balita tidak mungkin melakukan gerakan radikal," katanya.

Ada juga kelompok masyarakat yang rawan terpengaruh gerakan radikal, yakni bisa melakukan gerakan radikal jika diajak atau ada kesempatan, jumlahnya sekitar 11,4 juta jiwa atau 7,1 persen.

Sedangkan, sikap intoleransi di Indonesia, menurut Yenny juga cenderung meningkat dari sebelumnya sekitar 46 persen dan saat ini menjadi 54 persen.

Apa itu radikalisme dan intoleransi? Menurut Yenny, radikalisme adalah tindakan yang merusak atau berdampak merusak kelompok masyarakat lainnya di tengah kehidupan bermasyarakat di Indonesia, misalnya perusakan rumah ibadah agama lain.

Sedangkan, intoleransi adalah sikap yang melarang atau tidak membolehkan, kelompok lain atau orang lain, mengekspresikan hak-haknya, misalnya dilarang melakukan kegiatan yang legal. "Sebagai contoh, etnis tertentu tidak boleh bekerja di profesi tertentu atau tidak boleh menampilkan budaya etniknya," katanya.

Pada kesempatan tersebut, Yenny juga menyatakan mengapresiasi langkah Pemerintah yang melarang menyampaikan ujaran kebencian. "Karena, ujaran kebencian itu memberikan dampak sangat besar terhadap radikalisme dan intoleransi," katanya.

Baca juga: Radikalisme, intoleransi harus jadi agenda Indonesia di Dewan HAM PBB

Baca juga: Tiga faktor ini picu intoleransi di Indonesia

Baca juga: GKR Hemas petakan masalah intoleransi di Yogyakarta





 

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2020