• Beranda
  • Berita
  • Ekonomi RI lebih kuat dibandingkan negara lain, ini indikatornya

Ekonomi RI lebih kuat dibandingkan negara lain, ini indikatornya

21 Januari 2020 16:40 WIB
Ekonomi RI lebih kuat dibandingkan negara lain, ini indikatornya
Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir usai membuka sosialisasi pedoman pelaksanaan KUR di Jakarta, Selasa (21/01/2020). ANTARA/Dewa Wiguna.

Dari penelitian kami terhadap 120 negara, 76 persen ekspornya negatif. Jadi negara mana yang bisa bertahan? Negara yang punya permintaan domestik yang besar

Pemerintah optimistis ekonomi Indonesia masih tetap kuat meski Dana Moneter Internasional (IMF) mengoreksi kembali proyeksi pertumbuhan ekonomi global.

"Jadi walaupun ada revisi pertumbuhan dari IMF, kita steady state-nya lebih kuat dari negara lain," kata Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir usai membuka sosialisasi pedoman pelaksanaan KUR di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, optimisme itu berasal dari sejumlah indikator, di antaranya mulai masuknya investasi ke Indonesia senilai Rp800 triliun setelah disetujuinya fasilitas pajak, tax holiday.

Selain itu kontribusi daya beli melalui sektor konsumsi domestik yang besar mencapai 56-57 persen terhadap pertumbuhan ekonomi RI juga menjadi indikator.

Sektor konsumsi, kata dia, menjadi andalan Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mampu bertahan kisaran lima persen. Sedangkan, revisi pertumbuhan ekonomi global dipengaruhi oleh melambatnya ekspor dunia.

"Dari penelitian kami terhadap 120 negara, 76 persen ekspornya negatif. Jadi negara mana yang bisa bertahan? Negara yang punya permintaan domestik yang besar," kata Iskandar Simorangkir.

Baca juga: Kemenkeu yakin ekonomi RI bertahan meski IMF revisi pertumbuhan global

Ia memproyeksi pertumbuhan ekonomi RI tahun 2019 mencapai kisaran 5,04-5,08 persen. Pertumbuhan ekonomi RI, lanjut dia, berada di bawah China di jajaran 20 ekonomi dunia atau G20.

Meski China dilanda perang dagang dengan Amerika Serikat, namun ekonomi "Negara Panda" itu tumbuh pada kisaran 6 persen karena mampu mempertahankan sektor konsumsi domestik.

Faktor lain yang mendorong optimisme Indonesia, lanjut dia, adalah program diversifikasi produk energi, seperti kebijakan 30 persen minyak sawit atau B30, produksi di kilang Petrokimia di Tuban, dan energi hijau di Plaju.

Selain itu, Omnibus Law yang rencananya akan ditetapkan sebagai undang-undang pada April 2020 diharapkan membuka keran investasi di Indonesia.

Para diplomat Indonesia, kata dia, juga diharapkan melakukan diplomasi ekonomi di luar negeri sehingga semakin membuka lebar akses investasi di Tanah Air.

Baca juga: Ekonomi global tahun ini diprediksi relatif lebih stabil

Baca juga: IMF pangkas perkiraan pertumbuhan global 2019 menjadi tiga persen


 

Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020