"Perlindungan terhadap nyawa warga negara Indonesia lebih diutamakan ketimbang investasi yang katanya banyak menyerap tenaga kerja," ujar La Ode lewat pesan singkat yang diterima di Jakarta, Ahad.
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia seharusnya segera mengeluarkan larangan masuknya pekerja asal Cina, bahkan wisatawan dari Cina ke Indonesia. Para pekerja yang sudah telanjur berada di Indonesia pun segera didata dan dilakukan pemeriksaan khusus guna memastikan mereka terbebas dari virus mematikan itu.
Wabah Koronavirus merupakan persoalan sangat serius bagi anggota Ombudsman RI yang membidangi masalah sumber daya manusia dan sumber daya alam itu.
Ia ingin pemerintah Republik Indonesia dapat menghindarkan warganya dari virus mematikan tersebut.
Baca juga: Cegah corona, Menhub juga akan terapkan langkah preventif di pelabuhan
Baca juga: Perketat pemeriksaan ABK masuk Sampit cegah virus corona
Apalagi wabah virus tersebut sudah menjangkiti banyak korban di Cina Daratan, dan sudah pula menimbulkan korban jiwa di sejumlah negara lainnya, termasuk di Singapura dan Thailand.
"Pemerintah Indonesia memiliki kewajiban asasi untuk melindungi warganya dari bahaya kontaminasi dari virus yang kemungkinan dibawa oleh para pekerja atau para wisatawan Cina," ujar La Ode. Hasil investigasi Ombudsman RI ke sejumlah daerah pada tahun 2018 menemukan fakta bahwa umumnya pekerja bekerja di smelter penanaman modal asing (PMA) asal Cina.
Ia pun mencatat bahwa 70 persen penumpang pesawat yang masuk ke Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah melalui Bandar Udara Soekarno Hatta Cengkareng menuju Kendari adalah para buruh asal Cina.
"Setiap hari ada dua pesawat (Batik pukul 03.00 dan Lion pukul 06.00) dengan penumpang lebih dari 70 persen adalah para buruh asal Cina itu," katanya.
Sementara itu, menurut Ikatan Dokter Indonesia, sampai saat ini Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) belum merekomendasikan untuk pembatasan wisatawan atau perdagangan dengan Cina seperti yang diusulkan Ombudsman RI.
Baca juga: WHO: Virus corona capai 1.320 kasus di 10 negara
Baca juga: Eijkman: 2019-nCov jenis virus corona ke-7 menginfeksi manusia
Baca juga: Ketum PDPI: Masyarakat hindari sentuh hewan cegah virus corona
Kendati saat ini sedang terjadi kasus peradangan akut pada jaringan paru-paru manusia (pneumonia) yang bermula dari adanya laporan 27 kasus akibat wabah Koronavirus di Kota Wuhan, RRT.
Kasus itu terus berkembang cepat hingga mencapai lebih dari 830 kasus di seluruh dunia dan 25 orang meninggal dunia, termasuk di Thailand, Hong Kong, Macau, Jepang, Vietnam, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat.
"Namun, WHO belum merekomendasikan secara spesifik terkait restriksi (pembatasan) traveler (wisatawan) atau perdagangan dengan Tiongkok. Saat ini WHO masih terus melakukan pengamatan," kata Ketua Umum Pengurus Besar IDI dr. Daeng M Faqih berdasarkan rilis yang diterima di Jakarta, Ahad.
Ia mengatakan bahwa Koronavirus yang menjangkiti RRT adalah virus Corona jenis baru yang dikenal sebagai Novel Coronavirus (2019-nCOV) yang belum terdapat vaksin untuk mencegahnya.
Sementara ini, IDI meminta agar warga jangan panik namun tetap waspada apabila mengalami gejala demam, batuk, disertai kesulitan bernapas.
"Apabila terjadi gejala tersebut, diharapkan segera mencari pertolongan ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat," kata Daeng.
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2020