Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan itu juga mengatakan ada dugaan pemilihan Dewas KPK oleh Presiden Jokowi hanya berdasarkan kiriman nama dari pihak tertentu yang dirasa cocok mengisi posisi pengawas lembaga antirasuah tersebut.
"Pak Jokowi dikasih-kasih nama saja, oh nama ini paten ini. Harus ada unsur perempuannya, dipilihlah ada unsur perempuan. Wah, pak Artidjo kalau ditaruh, pasti diam masyarakat. Tapi belum tentu. Di MA bisa begitu pak Artidjo, di KPK belum tentu," kata Panjaitan dalam rapat dengar pendapat dengan Pimpinan dan Dewas KPK RI di Kompleks Parlemen RI Senayan, Jakarta, Senin.
Baca juga: Dewas: Revisi UU KPK bertujuan melemahkan
Hal itu ia sampaikan dalam rangka menjelaskan bahwa sebenarnya secara strata di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, antara Dewas dan Pimpinan KPK tidak ada yang lebih tinggi posisinya.
"Kunci dari hubungan antara Dewas dengan Pimpinan KPK adalah pasal 19 dan 37, bagaimana tafsirnya pasal tersebut supaya ke depan enak kerjanya. Apalagi pak Tumpak Hatorangan (Ketua Dewas) tadi sudah menyampaikan bahwa Dewas sedang menyusun kode etik. Jangan sampai Dewas merasa lebih tinggi dari pimpinan KPK," kata Panjaitan.
Ia mengatakan ada kekhawatiran ada penafsiran yang berbeda terhadap pasal 19 dan 37 UU 19/2019 tentang KPK tersebut dimana seharusnya tidak ada yang merasa lebih tinggi.
"Kalau seandainya itu bisa kita samakan persepsi kita, jadi tidak ada yang merasa lebih tinggi. Jangan sampai, itu cuma di mulut saja pak. pak Tumpak (Ketua Dewas KPK) ngomong begitu, pak Firli (Ketua KPK) ngomong begitu," kata Panjaitan.
Baca juga: Dewas: KPK harus sering "digongongi"
Baca juga: Ketua KPK: Hak PDIP lapor ke Dewas soal Harun Masiku
Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020