Kutak-katik kapasitas Bantargebang

27 Januari 2020 16:21 WIB
Kutak-katik kapasitas Bantargebang
Para pemulung memilah dan mengumpulkan sampah di hamparan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (7/5/2019). TPST tersebut merupakan yang terbesar di Indonesia dengan luas total 110,3 hektar. (ANTARA/Muhammad Zulfikar)

Dalam rangka memperpanjang masa manfaat penggunaan TPST Bantargebang, DLH melaksanakan penambangan sampah lama dari landfill (landfill mining) untuk digunakan sebagai bahan bakar alternatif setara nilai kalor batu bara muda (Refused Derived Fuel) ind

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencatat rata-rata 7.703 ton sampah per hari di bawa ke Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang di 2019. Dengan demikian, setidaknya 2.811.595 ton sampah yang diproduksi warga Ibu Kota berakhir di Kota Bekasi tahun lalu.

Tempat pengelolaan sampah seluas 110,3 hektare (ha) milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang sudah beroperasi selama 31 tahun tersebut saat ini merupakan satu-satunya TPST yang dimiliki dan dioperasikan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi DKI Jakarta.

Jumlah sampah yang dibawa ke Bantargebang bertambah tidak selalu sama setiap tahunnya. Pemprov DKI Jakarta menyebut di 2017 sebanyak 6.645 ton sampah per hari dibawa kesana, di 2018 angkanya bekurang menjadi 6.518 ton per hari, sedangkan di 2019 rata-rata menjadi 7.703 ton per hari.

Fasilitas pengelolaan sampah berjarak 40 kilometer (km) tenggara Ibu Kota tersebut dibagi menjadi lima zona pembuangan sampah dan tiga perempat dari luas lahan di sana digunakan untuk pembuangan sampah, sedangkan 25 persen sisanya menjadi lokasi infrastruktur TPST dari mulai pintu masuk, jalan, kantor dan pabrik pengolahan.

Kepala DLH DKI Jakarta Andono Warlih mengatakan optimalisasi TPST Bantargebang dengan melakukan perapihan lereng-lereng zona dan pemadatan dilakukan setiap hari agar sampah yang datang dari Jakarta dapat terus ditampung di sana. Pengolahan air sampah, gas metan dan kompos juga dilakukan di sana.
Seorang pemulung memungut dan memilah sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (7/5/2019). Sampah-sampah tersebut dipilah kembali oleh pemulung karena masih bernilai ekonomis. (ANTARA/Muhammad Zulfikar)


Dalam rangka memperpanjang masa manfaat penggunaan TPST Bantargebang, DLH melaksanakan penambangan sampah lama dari landfill (landfill mining) untuk digunakan sebagai bahan bakar alternatif setara nilai kalor batu bara muda (Refused Derived Fuel) industri semen. Landfill mining juga bertujuan guna mendapatkan luasan lahan untuk dijadikan landfill lagi sementara menunggu Intermediate Treatment Facility (ITF) terbangun.

"Kami bekerja sama dengan BPPT membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah yang sekarang sudah beroperasi dengan kapasitas reduksi sampah 100 ton per hari," kata Andono menjelaskan kerja sama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).


Pembangunan ITF

Dokumen RIPS tahun 2012-2032 dan RPJMD DKI Jakarta 2017-2022 menyebutkan selain melakukan optimalisasi pada TPST Bantargebang, juga ditargetkan pembangunan empat unit ITF di DKI Jakarta atau setidaknya dua unit dari target dapat terbangun, untuk menanggulangi timbulan sampah di Jakarta.

Target empat unit ITF dimaksud yakni ITF Zona Pusat, Zona Utara, Zona Barat dan Zona Timur. Pembangunan ITF dapat dilaksanakan melalui dua skema, yakni skema penugasan kepada badan usaha milik daerah (BUMD) atau melalui skema KPBU.

Baca juga: Intip cara Anies kelola sampah di Jakarta

Baca juga: Memperpanjang usia barang sayangi lingkungan

Baca juga: Gaya hidup "zero waste" yang semakin dilirik


Pembangunan fasilitas ITF atau pembangkit listrik tenaga sampah direncanakan di lokasi berbeda yakni Sunter Jakarta Utara, Marunda Jakarta Utara, Cakung Jakarta Timur dan Duri Kosambi Jakarta Barat. fasilitas tersebut diharapkan akan dapat mengurangi ketergantungan dengan TPST Bantargebang.

Pengolahan sampah tersebut melalui perubahan bentuk, komposisi, dan volume sampah dengan menggunakan teknologi pengolahan sampah tepat guna dan ramah lingkungan yang memenuhi persyaratan teknis, finansial dan sosial.

Klasifikasi teknologi yang akan dibangun dan dioperasikan tersebut terbagi ke dalam empat jenis yaitu dengan menggunakan insinerator, Gasifikasi, Pyrolisis, dan Refuse Derived Fuel (RDF).

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Ida Mahmudah menyayangkan rancangan kerja Gubernur Anies Baswedan untuk membuat empat ITF dalam lima tahun pemerintahannya belum terealisasi sama sekali.

"Sampai hari ini satu pun tidak ada terealisasi, yang dikhawatirkan tahun 2022 adalah darurat sampah," kata Ida.
Lanskap Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Bantargebang di Kota Bekasi, Jawa Barat. (ANTARA/HO-Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)

Politisi PDI Perjuangan itu meminta Gubernur Anies untuk melihat kembali janji-janji politiknya terkait pengelolaan sampah di Jakarta. Selain itu, ada pengelolaan sampah di Jakarta yang telah masuk dalam RIPS dan RPJMD 2017-2022 yang harus menjadi patokan dalam pembuatan program.

"Gubernur tidak bisa hanya mengandalkan Jakpro atau DLH dalam pengelolaan sampah, buktinya ITF Sunter belum bisa berjalan saat ini," kata Ida.

Andono Warlih menjelaskan, pembangunan ITF Sunter (Zona Utara) di DKI Jakarta sedang dalam tahap site development yang ditargetkan selesai di tahun 2021 dan commissioning di tahun 2022.

Sementara rencana pembangunan ITF Zona Timur, Barat dan Selatan sedang dalam tahap penyusunan Pra Studi Kelayakan oleh PT Jakpro. Target di tahun 2020 sudah tersedianya dokumen studi kelayakan, dilanjutkan proses perizinan dan financial closing sehigga di 2021 diharapkan sudah terbangunnya salah satu ITF di zona itu.

Apapun perencanaan dan program yang dilakukan para pembantu Anies Baswedan, Gubernur yang memimpin Jakarta tanpa wakil itu selalu menegaskan agar para kepala dinas untuk membaca RMJMD, melihat janji gubernur untuk memasukan dalam program-program kegiatan yang akan dijalankan.


Pidana karena sampah

Urusan pengelolaan sampah memang tidak bisa dianggap sepele. Peristiwa banjir dan longsor di awal tahun 2020 membuat pemerintah pusat memperketat urusan penanganan sampah, terlebih jika terbukti pengelola lalai hingga menimbulkan korban.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani di Manggala Wanabakti mengatakan langkah hukum ini akan dilakukan kepada pengelola atau penanggung jawab pengelolaan sampah yang tidak mengikuti aturan perundang-undangan dan norma, standar, prosedur, serta kriteria (NSPK) yang berlaku, tak terkecuali pemerintah daerah dan pelaku usaha.

Penindakan tegas buntut dari bencana banjir hingga tanah longsor yang terjadi di Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten tersebut, menurut dia, berlaku secara nasional.

Subyek hukum yang bertanggung jawab bisa saja pejabat pemerintah mulai dari kepala dinas, bupati, perangkat, aparat daerah atau pihak lain seperti dunia usaha semua akan ditindak hukum.

KLHK akan menggunakan dua instrumen hukum untuk menjerat pelaku, yakni Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).

Pendekatan hukum jadi langkah utama untuk pengelolaan sampah yang tidak sesuai perundangan. “Kami siapkan tim. Menteri minta dibentuk satgas. Kami akan bicara antar unit kerja. Segera mengidentifikasi dari informasi yang ada, kami datangi titik mana yang bermasalah,” ujar dia.
Lanskap Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Bantargebang di Kota Bekasi, Jawa Barat. (ANTARA/HO-Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)

Sebelumnya Dirjen Gakkum LHK yang biasa disapa Roy ini mengatakan upaya meminimalisir banjir berkaitan erat dengan persoalan sampah hingga tambang di hulu sungai.

Apabila dilihat dari catatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2019 presentase sampah tidak terkelola di Ibu Kota DKI Jakarta lebih kecil, namun dari segi jumlah total jumlah sampah jauh lebih banyak. Untuk Jakarta Barat presentasenya mencapai 2,4 persen dari 1946,77 ton sampah per hari, Jakarta Selatan mencapai 1,68 persen dari 1631 ton per hari, Jakarta Utara mencapai 1,8 persen dari 1323,12 ton per hari.

Jika presentase sampah tidak terkelola di Jakarta Pusat nol persen dari 839,45 ton per hari, maka di Jakarta Timur mencapai 12,39 persen dari 2253,66 ton per hari, dan menjadi yang terbanyak tidak terkelola di DKI Jakarta.

Pewarta: Taufik Ridwan dan Fauzi Lamboka
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2020