Persoalan sampah juga digarisbawahi Presiden Joko Widodo saat meminta seluruh pemangku kepentingan mengatasi bencana banjir dan longsor yang terjadi di Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten di awal 2020.
“Ada yang disebabkan kerusakan ekosistem, kerusakan ekologi, tapi juga ada yang memang karena kesalahan kita yang membuang sampah di mana-mana. Banyak hal,” kata Jokowi usai membuka perdagangan di Bursa Efek Indonesia.
Kepedulian soal sampah yang menggunung hingga mikroplastik yang masuk ke dalam makanan sebenarnya sudan membuat orang-orang mulai menerapkan gaya hidup "zero waste", meminimalisasi sampah dalam kehidupan sehari-hari.
Membawa botol air sendiri, membawa kantong kain saat berbelanja atau memakai sedotan besi alih-alih sedotan plastik sudah mulai diterapkan oleh orang-orang yang ingin berkontribusi positif.
Baca juga: Adaptasi bersama atau tereliminasi
Baca juga: Kanal-kanal pengendali banjir Jakarta
Sudah mulai ada larangan penggunaan kantong plastik di toko-toko, misalnya yang diterapkan di kota Bogor, tapi The Bulkstore & Co di Menteng, Jakarta Pusat dengan sukarela menerapkan konsep bebas plastik.
Pembeli harus membawa sendiri wadah sebagai pengganti plastik. Mereka juga menyediakan toples dalam berbagai bentuk, dari yang ukuran mini hingga jumbo.
Rinda Liem, founder The Bulkstore & Co, bersama lima kawannya yang mengusung gaya hidup ramah lingkungan sudah berniat mendirikan toko itu sejak 2017.
Namun impian itu baru terlaksana pada Mei 2019 karena mereka sempat kesulitan mencari produk-produk organik lokal. Dua tahun lalu, kesadaran masyarakat mengenai gaya hidup "zero waste" pun belum sebesar sekarang.
"Kami membayangkan, kita bisa banget kok jual curah, pembeli bawa kontainer tinggal isi sesuai kebutuhan," ujar Rinda pada ANTARA.
The Bulkstore & Co yang terletak tak jauh dari stasiun Gondangdia tak seberapa besar. Begitu masuk kita langsung disambut dengan rak berisi susunan toples-toples berdasarkan jenis isinya. Ada sekitar 800 produk tersedia di sana.
"Kami ingin jadi one stop shopping destination buat teman-teman yang bergaya hidup ramah lingkungan," ujar dia.
Pengunjung dapat membeli bumbu dapur, super food, kacang-kacangan, pasta, beras, teh, cokelat, minyak, tepung, camilan sehat hingga produk perawatan kulit.
Semua dijual dalam ukuran gram. Wadah yang dibawa pengunjung akan ditimbang dalam keadaan kosong, lalu ditimbang lagi saat sudah diisi. Berat wadah takkan mempengaruhi harga karena yang dihitung hanya isinya saja.
"Harganya per gram, awalnya orang-orang suka bingung, satu gram itu seberapa. Kita punya jar, bisa coba dulu (beli sedikit) biar tahu kebutuhan mereka seberapa," lanjut Rinda.
Tiga bulan pertama sejak dibuka pada pertengahan 2019, The Bulkstore & Co memutuskan untuk membuka gerai lain di area Kemang. Rinda ingin toko-toko yang menjual barang dalam bentuk curah tanpa memakai kantong plastik bisa semakin menjamur di Jakarta. Kemudahan akses bisa mendorong orang untuk mengubah gaya hidup jadi lebih ramah lingkungan.
"Saat baru mulai, tantangan awal adalah soal ketersediaan dan kemudahan dalam mendapatkannya," katanya.
Tahun 2020 The Bulkstore & Co berniat untuk membuka toko lain di daerah Senayan, Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan.
Baca juga: Jakarta dan air bersaudara
Baca juga: Sunatullah Jakarta
Berawal dari kesehatan
Distributor film Gayatri Nadya memulai gaya hidup zero waste dengan alasan ingin lebih mencintai tubuh lewat produk-produk alami.
Tiga tahun lalu, Nana -- sapaan akrabnya-- memutuskan mencari produk deodoran dan pasta gigi dari bahan alami untuk merayakan usia yang sudah menginjak kepala tiga. Sebisa mungkin dia tidak mau memasukkan bahan-bahan kimia yang mungkin berakibat buruk untuk tubuh. Solusinya, mencari produk perawatan dari bahan alami yang aman untuk kesehatan.
"Awalnya hanya lebih concern apa yang saya pakai. Saat sedang riset, saya jadi baca-baca yang lain. Dan produk natural itu sebenarnya simpel, enggak terlalu macam-macam, misalnya perusahaan yang mengurangi kemasan, jadi saya sekalian saja melakukan itu," kata Nana pada ANTARA.
Dia membeli pasta gigi dan deodoran bentuk krim dalam jumlah besar, setelah mendapatkan produk yang cocok, hanya dua kali dalam setahun.
"Saya beli odol kiloan enam bulan sekali, setengah kilogram. Satu wadah deodoran ukuran 200 ml bisa dipakai sampai tiga-empat bulan," kata dia.
Baca juga: Bayang-bayang bencana di balik anomali iklim Indonesia
Baca juga: Ini krisis iklim!
Nana berusaha tidak memakai plastik bila ada wadah penggantinya di rumah. Dia mengucapkan selamat tinggal pada sedotan plastik, mengeluarkan kembali rantang untuk membeli makanan, hingga membawa botol minuman untuk jajan di kedai kopi.
Merepotkan? Memang tidak terlalu praktis karena dia harus membawa tempat minum dan makan sendiri setiap hari. Tapi semua lebih mudah bila sudah ada perencanaan setiap hari.
"Saya tiap hari kalau keluar rumah harus bawa satu tumblr air putih, sama tumblr untuk kopi atau minuman kalau saya tahu kegiatan akan berlangsung lama," jelas dia.
"Lalu bawa tempat makan karena mungkin bukan cuma makan siang, tapi akan jajan yang lain, mungkin gorengan atau jajanan di mal. Jadi jajanannya ditaruh di tempat makan. Terbantu sekali kalau kita merencanakan hari ini mau ngapain saja," ujar dia.
Sama halnya dengan berbelanja ke pasar. Dengan merencanakan bahan apa saja yang akan dibeli, dia bisa menyiapkan wadah yang diperlukan untuk dibawa.
"Ketika mau belanja mingguan, sudah tahu mau beli apa saja. Jangan takut untuk nanya apakah bisa pakai wadah kita sendiri, bukan di plastik," ujar dia.
Nana biasanya berbelanja di pasar tradisional yang menjual barang-barang dalam bentuk curah. Dia berpendapat bulk store yang mulai bermunculan di Jakarta tak berbeda dengan pasar.
Baca juga: "Sustainable living", tren ramah lingkungan yang diminati di 2019
Baca juga: Ketika sampah "disulap" menjadi ongkos naik haji
Setahun pertama mulai menerapkan "zero waste" saat makan atau minum di restoran, tak jarang permintaannya diabaikan. Masih saja ada orang yang memberikan sedotan plastik meski sejak awal dia sudah mewanti-wanti.
Tapi kini Nana memutuskan untuk tidak terlalu ambil pusing bila orang lain berbeda. Yang terpenting adalah dia berusaha sebaik-baiknya untuk mengurangi sampah plastik.
Beberapa waktu belakangan gaya hidup ramah lingkungan semakin diminati kaum urban.
"Mungkin orang harus kayak 'ditampar', sekarang lagi banyak yang berdiskusi setelah banjir, jadi banyak yang bicara tentang cara menjaga lingkungan agar banjir tak lagi terjadi," ujar dia.
Baca juga: Cari baju baru untuk lebaran? Cobalah tukar baju
Baca juga: Kemenpar sambut baik "zero waste picnic"
Namun satu hal yang patut diingat dari gaya hidup "zero waste" adalah kita bisa memanfaatkan apa yang sudah ada di rumah, bukannya mendorong nafsu untuk berbelanja produk-produk "ramah lingkungan". Prinsipnya adalah memakai benda-benda yang sudah ada, meminimalisasi yang tidak diperlukan.
"Lihat barang yang sudah dipunyai, enggak terburu-buru pengin beli ini dan itu. Dulu, saya sering beli-beli, tapi sekarang kalau dipikir-pikir saya tidak perlu tas makan atau tumblr baru," kata Nana.
Apa yang dia lakukan selama beberapa tahun belakangan kini menular pada keluarga dan teman-teman dekatnya.
Ketika mengadakan acara kumpul saat Lebaran, misalnya, alih-alih membeli air dalam gelas kemasan dia justru menyediakan galon-galon air. Sampah plastik jauh berkurang, meski dia harus rela menyisihkan waktu untuk mencuci gelas bekas pakai.
"Teman-teman juga awalnya menganggap aneh, karena saat makan di restoran yang pakai sumpit plastik, saya memilih pakai sumpit sendiri dari kayu. Lama-lama bisa lho suatu saat teman saya bawa sumpit sendiri, terus malah saya yang kelupaan," dia tertawa. "Lumayan sudah berpengaruh ke teman-teman dan sekitar, termasuk di rumah."
Baca juga: Menakar perilaku minim sampah pengunjung "car free day" Jakarta
Baca juga: Gaya hidup minim sampah bukan sekadar diet plastik
Baca juga: Gaya hidup minim sampah ala Cleanomic
Kurangi sampah plastik dengan zero waste living
Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020